*beberapa quote dari Azmy, teman yang tulisan dan diksi-diksinya banyak menginspirasi, meskipun kini semakin jarang, bukan berarti kata yang tertulis semakin terbuang
Pergilah jauh! Menjelajah.. Tapi saat di puncak karir kemanusiaanmu, kembalilah ke asal. Merunduklah hingga batang terendah sebelum cabang-cabang akar yg rendah. Sapa kembali akar tertinggi sebelum menyentuh daratan yg membentangkan batang tinggi. Kau akan temukan kenyataan yg jernih, penuh kearifan. Membangun kampung bukanlah tanda kekampungan. Kita hanya perlu berpergian, hijrah dari kota-kota yg bising, yg anonim… (Azmy Basyarahil)
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya, Jadilah saja jalan kecil, tetapi jalan setapak yang membawa orang ke mata air. (Taufik ismail)
Ayah...
Keringatmu lebih dulu menyapaku daripada embun yg menetes di pagi indahku.
Kerutan wajamu lebih dalam mengenaliku daripada cermin milikku.
Lelahmu lebih kuyup membasahiku daripada hujan malam itu.
Pengorbananmu lebih keras menggenggamku daripada mimpi-mimpi masa depanku.
Ku bersyukur masih memilikimu.
Belum sempat aku mengantar pesan kebahagiaan yg mampu membalas langkahmu untuk menghidupkanku.
Ibu...
Kau adalah tempat ku terlahir untuk kembali, dengan pesan kebahagiaan yang harus ku beri suatu saat nanti. Kau adalah manusia ekstrak, yang telah menjadi cahaya di tempatnya pernah berpijak.
Kau adalah kehangatan penuh penghayatan, yang kulit terluarnya berbicara dalam bahasa ketulusan, sementara kulit terdalamnya mendekapkan ku pada cerita masa lalu dan janji kebahagiaan masa depan.
Kau bagaikan air, yang alirannya berarti kesejukan.
Kau bagaikan api, yang nyalanya berarti kehangatan.
Kau bagaikan matahari, yang tenggelamnya berarti cahaya bulan.
Kau-lah manusia ekstrak.
Ya Rabb, lindungilah ia selalu dengan cinta dan cahaya-Mu,
agar senantiasa diberi kekuatan dan terjaga.
Dulu saat kubersamamu, ku dayung kapal itu dengan keringat.
Sekarang,ku sudah berlabuh di tepian perbatasan,melewati semak belukar dan duri yang tajam.
Hingga sampai masa ku tuk kembali mengakhiri jalan terjal selayaknya dulu lagi.
Tapi kini, ku mendaki sendiri. Tak lagi bersamamu.
Ku khawatir terjebak dalam goa di akhir tebing pendakian.
Maka,walau ku tak mendaki bersama kalian, satu yang ku minta, titipkanlah ku dalam doa.
“Langit di atas kita, meski nampak hanya seperti massa yang terang dan bersinar, tetapi kalau dipandang dalam kemampuannya yang tak terbatas, maka matahari, bulan, bintang-bintang, dan cakrawala tertebar di dalamnya serta berlaksa benda diliputnya.
Segenggam tanah dari Bumi yang kita pijak, tetapi dalam keluasan dan kedalamannya, dapat mendukung gunung tanpa merasa berat, menampung sungai dan laut tanpa pernah bocor dan segenap benda sehingga semuanya berkelanjutan.
Gunung, tempat tumbuhnya segenggam jerami tetapi dalam keluasan dan kedalamannya, rumput, pepohonan dapat tumbuh di atasnya sehingga burung dan lebah bisa tinggal dan mengandung permata di dalamnya.
Air, meski tidak lebih dari satu sendok di hadapan kita tetapi dalam keluasan dan kedalamannya yang tidak terukur, kura-kura, buaya, ikan, udang dapat hidup di dalamnya dan banyak rahasia alam terdapat di dalamnya sehingga kemakmuran bisa terwujud”
Atas nama kerendahan, yang tanpa berpikir dua kali menampar keangkuhan
Atas nama kelalaian, yang lewat begitu saja dan menyisakan penyesalan
Atas nama kehormatan dan harga diri, yang tak punya arti sama sekali dihadapan Dzat Yang Maha Tinggi
Ilmu pengetahuan yang kami kenal di sini ialah bernotasi koma, tanpa pernah ada akhir, kecuali akhir hidup kami sendiri. Karena kami hidup, kami belajar, dan kami bersimbiosis tanpa batas ruang dan waktu. Kami yang akan terus bersimbiosis atas dasar ilmu pengetahuan, semangat juang, dan kebersamaan intelektual..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar