Pidato??
Hm…
Sebuah tema yang tersusun atas rangkaian retorika dan dituangkan dalam gagasan-gagasan informatif.
Memang apa menariknya?
Menurut saya sih, yang namanya pidato tuh omdo alias omong doang.
Tapi kenapa ya sampai menjadi bentuk keahlian, bahkan sampai dilombakan?
Lalu orator?
Mengapa menjadi keahlian yang begitu bergengsi?
Jadi inget nih, banyak orang yang sering manyebut-nyebut bahwa Indonesia pernah memiliki seorang orator ulung, yang tak lain tak bukan adalah Presiden pertama Indonesia: Bung Karno!
Tapi ternyata memang tak semua orang bisa memilliki kemampuan ini, bahkan tidak semua orang memiliki keberanian untuk berbicara di hadapan orang banyak.
Jadi, pidato maupun berbagai bentuk public speaking yang lain merupakan integrasi antara kualitas substansi (materi) yang disampaikan, keyakinan pembicara akan materi yang disampaikan, gaya bahasa, cara penyampaian, dan penampilan pembicara pada saat menyampaikan.
Hff… berat juga lho untuk sekadar berpidato.
Suatu hari di tengah bulan April 2006, ketua kelas saya memberitahukansebuah pengumuman,
“Temen-temen, bentar lagi kan 21 April nih, Hari Kartini, jadi…”
“Libuuuuuuuuuuuuuuur!!!!!!!!!!” teriak seisi kelas.
“Woi bukan! Sejak kapan ada libur Hari Kartini?”
“Yaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…….”
“Tapi tenang aja, nggak akan ada pelajaran kok! Bakalan ada lomba-lomba tanggal 21 nanti!”
“Ooooooooooooooooooh………………….”
“Nah, ada beberapa lomba nih, peragaan kebaya, pidato, sama menghias buah.”
“Kok lombanya buat cewek semua?” Tanya Anto memotong.
“Asik… Cowoknya di rumah aja. Liburan!” celetuk Adit.
“Enak aja, nggak boleh, harus bantuin! Paling nggak, bantu ramein, foto-fotoin sama angkat-angkat!” protes Inggrid.
“Iya-iya… Jangan lupa ada absen lho di akhir acara, yang ngabsen wali kelas sendiri,” kata sang ketua.
Lalu dia melanjutkan,
“Perwakilan masing-asing lomba kita pilih sekarang ya.”
Singkatnya proses pemilihan berlangsung.
Banyak lempar-lemparan amanah. Biasa lah, tak ada yang langsung mengajukan diri atau menerima begitu saja kepercayaan dari teman-teman sekelas.
Namun akhirnya terpilih juga para delegasi untuk masing-masing lomba. Lisa menjadi perwakilan lomba peragaan kebaya. Happy dan Prisna dipercaya untuk lomba menghias buah dan sayur, and unfortunately, saya sendiri yang menjadi perwakilan kelas untuk lomba pidato.
Oh My God!!!
Ampun… ini tugas berat! Oke, saya ngerti tentang teori berpidato yang baik tapi…
Saya belum pernah ikut lomba pidato sebelumnya!
Ya, itu memang bukan alasan sih, toh saya bisa menjadikan pengalaman pertama ini untuk belajar. Toh, belum tentu pidato saya lebih jelek daripada yang lain, tapi…. Saya tetep nervous!
Lomba pidato tahun ini bertema “Peran Perempuan di Era Global”. Sampai tiga hari sebelum hari-H, saya belum membuat draft sepatah kata pun, bahkan ide saja belum saya temukan. Seperti biasa, seorang Cipi selalu membuat breakdown dari tema umum dan mengambil satu tema spesifik untuk dibahas lebih serius, kemudian baru mengaitkannya dengan aspek lain yang mempengaruhi tema spesifik tersebut.
Masalahnya adalah, sampai saat ini, saya belum meneukan tema spesifik itu sendiri. Padahal teman-teman perwakilan kelas lain bahkan sudah sering berkonsultasi dengan guru Bahasa Indonesia masing-masing. Guru Bahasa Indonesia saya pun menanyakan perkembangan draft saya yang sudah mendekati deadlock.
My Lord………
Hampir hopeless nih, ada beberapa gagasan yang terlintas dalam benak saya. Namun sebelum saya benar-benar bisa menggarap tema itu, ada saja hal-hal yang menurut saya menjadi kekurangan di sana-sini. Akibatnya, saya jadi tak terlalu yakin dengan tema-tema tersebut.
Dua hari sebelum hari-H.
Hmm… daripada pusing aya putuskan pulang ke rumah siang itu, padahal besok pagi harus kembali belajar di sekolah. Pe-er setumpuk tak terlalu saya hiraukan. Pulang aja dah!
Sampai di rumah.
“Tumben pulang nduk, uang sakumu habis?”
“Nggak ma, pengen pulang aja.”
“Mama besok mau ke Surabaya lho pagi-pagi, ayah mau nganter, adik-adik ikut. Kamu besok ditinggal lagi, siap-siapin semuanya sendiri ya. Jangan lupa erjain pe-er.”
“Ngapain ma ke Surabaya? Jalan-jalan atau belanja?”
“Kamu tu lho, kaya’ mama tu hobi buang-buang waktu buat jalan-jalan ma belanja aja!”
“Trus mau ngapain ma? Kunjungan? Atau rapat?”
“Nggak juga, kebetulan mama diminta Kabupaten buat wakilin lomba pidato tentang Optimalisasi Peran Pemerintah Daerah bagi Masyarakat! Kebetulan memang buat ibu-ibu bukan bapak-bapak, jadi mama yang wakilin bukan Ayahmu.”
Oya, Ayah saya adalah seorang Kepala Desa.
“Wah pidato!” pikir saya. “Hebat ma, kok bisa terpilih? Itu dilombain se-propinsi?”
“Ya, dapet kepercayaan ni dari Pemda Kabupaten. Lombanya tingkat propinsi, pesertanya wakil dari tiap kabupaten.”
Saya mikir, eh salah, kaya’nya lebih tepat disebut ngelamun deh. Lupa waktu itu ngelamunin apa.
“Heh, kok malah bengong nduk. Kenapa? Nggak lama kok di Surabayanya, paling dua hari. Kamu udah sholat belum? Makan?”
“Belum makan ma, tapi tadi udah sholat di kosan bsebelum pulang, ntar aja deh makannya, mau ke kamar aja tidur.”
“Ya ampun, masa’ pulang cuma buat tidur. Kalo gitu kan bisa di kosan aja.” Kata mama.
Pengen tidur di kasur empuk ma!” jawab saya seenaknya. “Oya, adek mana?”
“Maen dari tadi, biasa lah adekmu paling sore baru pulang.”
“Ya udah nanti kalo mereka pulang nitip kasiin ini ya ma”, kata saya sambil menyerahkan sebungkus pisang molen aneka rasa yang dijual di dekat alun-alun kota Madiun. Dua adek saya sangat suka molen itu.
“Jatah mama mana?” Tanya mama sambil tersenyum.
“Hahaha… Jadi satu di situ ma.”
“Ya udah istirahat dulu, jangan lupa pe-er lho ya!”
“Iya mommy.” Kata saya.
Sampai di kamar, saya tak bisa tidur siang. Tadinya saya hamper lupa dengan deadlock lomba pidato Hari Kartini, bahkan saya belum mengatakan perihal lomba ini kepada kedua orang tua. Tapi tadi mama menyinggung-nyinggung tentang pidato. Apa tadi temanya?
Eureka! Akhirnya berdasarkan inspirasi dari tema pidato mama, saya menemukan dua tema. Satu tentang peran wanita di dalam struktur organisasi pemerintahan dan penentu kebijakan massal. Kedua tentang peran wanita di masyarakat secara langsung. Kalau saya ambil tema pertama, isinya akan cukup menarik namun saya butuh referensi, padahal waktu yang ada sangat singkat. Kalau ambil tema kedua, mungkin saya bisamengambil satu contohnyata yang spesifik, tapi perlu cara khusus untuk membuat isi pidato saya menjadi menarik. Akhirnya, saya tidak ambil salah satu dari keduanya, tetapi mengombinasikan keduanya.
Gotcha! Saat itu juga saya tullis draftnnya. Tapi… belum dua paragraf beres dan langsung ketiduran.
Sudah lewat jam 4 sore ketika bangun. Setelah sholat saya mencoba sekuat otak dan tangan untuk menulis draft. Harus selesai, pikir saya! Harus direvisi mama hari ini juga!
Mama pikir saya mengerjakan pe-er.
Tiba-tiba adik saya yang masih kecil pulang dan langsung mengganggu kakaknya.
“Dek, maennya nanti aja ya. Aku beliin pisang molen kesukaanmu tu, makan itu dulu aja. Besok baru maen.”
“Besok aku e Surabaya lho mbak, sekarang aja maennya.”
“Ntar dulu ya, ga papa kan?”
“Yaaaaaaaaahhhhhhhh…”
Sebenarya tak tega mengecewakan adek, tapi inspirasi sedang kuat-kuatnya, jadi ya…. Gitu deh!
Menjelang Isya’ draft saya selesai. Saya tunjukkan pada mama agar beliau memeriksanya. Mama bertanya itu draft apa, baru saya jelaskan.
“Wah lucu ya nduk kita lomba hampir barengan, beda satu hari doang.”
“Ya beda ma, beda level.”
“Itu nggak penting kok, yang penting isi pidatonya nggak cuma omong doang.”
Bener juga siih, pikir saya.
Setelah mama mengecek dan member saya sudah tak berminat merevisi naskah yang ada. Ngerjai n pe-er dulu aja deh. Gimana besok aja isi pidatonya, masih ada satu hari. Bahkan saya benar-benar menolak ketika disuruh latihan dengan alasan: performance sih soal gimana nanti improvisasi di lapangan aja deh!
Sampai sekarang, untuk tampil dalam acara apapun, saya tak pernah benar-benar berlatih, hehe… yang ini jangan ditiru ya!
Keesokan harinya pun, draft sama sekali tidak saya sentuh lagi. Latihan pun tidak, apalagi konsultasi ke guru. Parah!
Sampai hari-H tiba (Jumat, 21 April 2006), saya baru nyadar ketika bangun pagi bahwa hari itu akan perform, tapi toh tetap saja draft cuma saya baca sekilas tanpa bentuk revisi apapun. Bodo ah! Draftnya ga dikumpulin ini!
Urutan peserta yang tampil lomba pidato benar-benar diacak! Tak ada pola. Lomba diikuti oleh siswa perwakilan masing-masing kelas dari kelas 1 sampai 3. Waktu itu kami duduk di kelas dua. Tengah-tengah lah…
Menjelang tampil, saya benar-benar nervous! Tapi tetep tampil juga. Ya, begitulah saya. Kalo tantangan sudah di depan mata, meskipun berat, tetep harus dihadapi juga.
Well… podium!!!
Semakin deg-degan…
Salam pembuka, lalu…
1..2..3..4..5..12 menit sekian detik! Waktu pidato minimal 10 menit dan maksimal 15 menit. Pengaturan waktu saya lumayan lah.
Untung juga waktu start lombanya ga ngaret. jam 7 lewat dikit (berapa menit ya? lupa!) dari jadwal awal jam 7.
Masih deg-degan…
Bodo ah! Kabur aja dari arena pidato-pidatoan. Nyari temen-temen di arena lomba menghias buah dan sayur dengan maksud… Nyari buah-buahan lah… Kali aja ada sisa! Hahaha…
Sama sekali tak tertarik menunggu hasil lomba pidato, saya malah mengeluh, “Laper… Belum sarapan nih?”
“Kamu belum sarapan Cip? Sibuk nyiapin pidato ya?” Tanya Sulis.
“Hahahaha… Nggak lah… Tu pidato ga pake repot nyiapinnya.”
“Ooh…ya udah makan aja di kantin!”
“Temenin yuk!”
“Eh, kamu tuh… Udah setaun lebih sekolah di sini, masa’ makan aja minta dianter?”
“Iihh… Bukan minta dianter, tapi ditemenin. Garing banget makan sendirian?”
“Eh, kamu kan peserta lomba pidato nomor urut ketiga dari belakang!”
“Trus kenapa?”
“Kok kenapa? Pasti sbentar lagi diumumin lah juaranya.”
“Ooh… Ntar juga tau. Sekarang makan dulu deh.”
Akhirnya, sampai lewat siang baru ada pengumuman lomba-lomba. Pengumuman pertama, lomba peragaan kebaya. Sayangnya, wakil dari kelas kami nggak masuk 3 besar. Hff…
Kedua, lomba menghias buah dan sayur. Alhamdulillah, dapet juara 3!
Baiklah… Giliran pengumuman lomba pidato. Saya benar-benar malas menyimaknya. Malas mendapat tepukan di punggung dari temen-temen. Males denger apapun… Males aja!
Meskipun nggak terlalu yakin dengan performance tadi, tapi saya merasa nggak yakin akan kalah. Minimal 3 besar bisa lah. Meskipun draft acak-acakan, tapi substansi yang disampaikan lumayan.
Lagi-lagi… Ah bodo!
Dan setelah pengumuman… Ternyata dapet juara 2! Alhamdulillah… Lumayan… Tapi saya tak terkesan… Sama sekali!
Oh gini doang ya rasanya menang lomba pidato? Dasar saya kelewat cuek!
Ya sudahlah, ambil hadiah, bawa pulang ke kosan. Nyampe kosan buka hape trus baca sms, dari mama! Wah, ternyata beliau juga mendapat juara 2 lomba pidato tingkat propinsi!
Hahaha… Lucunya bisa senasib sama mama, meskipun levelnya beda, tapi harus diakui hal ini menimbulkan kesan tersendiri =)
Hmm… Saya jadi merasa, pencapaian memang bisa membuat kita senang, bahagia. Tapi… Kalau pencapaian itu diperoleh dengan usaha asal-asalan, rasa puasnya nggak nampol dah! Nggak terlalu berkesan. Beda kalau memang pencapaian itu diperoleh dengan perjuangan tertetu, pasti lebih puas, hehehe…
Udah ah sharing ceritanya sampai sini aja dulu. Kapan-kapan nulis lagi :p
Udah kepanjangan………….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar