Hari ini aku kembali ditanya, "Di dunia ini kita mengenal istilah pahlawan, tapi kok ga ada istilah pahlawati ya?"
Pertanyaan simpel, harusnya aku jawab, "Ya, begitulah bahasa..." atau "Ya, ga papa, yang penting ada pahlawan perempuan, ga usah gue sebutin contohnya juga lo udah tau kan?"
Bukannya jawab gitu, aku malah bilang, "Cukuplah menjadi pahlawan di balik kepahlawanan sang pahlawan, menjadi tulang rusuk yang melengkapi sang pahlawan".
Tulang rusuk... Kedudukan yang tak biasa
Melengkapi yang belum sempurna
Posisi tulang rusuk amat tepat sebagai tempat bermanja
Ia memberdayakan, tapi tidak membuat sang pahlawan merasakan ketergantungan padanya
Tidak, karena hakikat kehadirannya adalah untuk menguatkan
"Di balik setiap pahlawan besar selalu ada perempuan agung"
Entah perempuan sebagai pasangan maupun sebagai ibu
Dua-duanya mulia
Maka jadilah perempuan tempat bermanja, tapi tidak menimbulkan ketergantungan
Jadilah pendidik generasi beriman, cerdas, berakhlak, dan kuat
Agar mereka menjadi generasi pahlawan
Karena arah produktivitas kita di masa yang akan datang adalah melahirkan generasi para pahlawan
Bukankah dengan cara begini, perempuan telah menjadi pahlawan bagi para pahlawan?
Dan dengan sendirinya menjadi pahlawan, meski tak pernah dikenal masa?
Tak masalah kan?
Karena jiwa pahlawan sendiri tak perlu dikenal.
Hingga bahkan, pahlawan yang tak dikenal ini membuat para bidadari cemburu pada mereka
*Sebuah catatan sederhana, terinspirasi dari buku Mencari Pahlawan Indonesia (Anis Matta)
Sebuah buku yang menceritakan aspek kepahlawanan dengan cara yang sangat manis, mulai dari aspek yang sangat memasyarakat hingga aspek yang amat pribadi bagi seorang 'pahlawan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar