Sabtu, 30 April 2011

Untuk Saudaraku Yang Beralih

Mudah-mudahan kau tak lupa.
Dulu masing-masing kita duduk di lingkarannya.
Dengan suguhan tilawah dan materi panah.
Mata kecil kita dibuka oleh satu gelombang indah.
Gelombang yang disatukan oleh ukhuwah dan digerakkan oleh hamasah.
Yang menyeret kita hingga berada dalam lingkaran-lingkaran kecil tarbiyah.

Semoga kau tak melupakan jasa baik gelombang itu.
Dia yang memperkenalkan islam pada kita.
Saat jiwa yang tumbuh remaja masih lugu.
Saat jiwa rawan terseret dunia.
Lelap dalam pencarian jati diri.
Mereka dan kebaikannya menyelamatkan kita.

Lalu kalau gelombang itu berlabel harokah,
maka adalah wajar bila ia berubah.
Ia mengalir mengikuti permukaan zaman.
Karena ia bukan air yang tergenang.

Lalu kalau banyak fitnah – internal dan eksternal,
maka adalah wajar berlakunya sunnatullah.
Kau tak menemukan jamaah dakwah yang selamat dari fitnah.
Sejak dahulu, zaman para nabi, hingga sekarang.

Lalu kalau banyak terjadi perbedaan,
maka adalah wajar sekumpulan manusia bertentang faham.
Mereka manusia yang bersemangat memikirkan dakwah,
kemudian terkumpul banyak gagasan.
Dan itu adalah kekayaan.

Kini saat serbuan kabar dan tuduhan menghajar gelombang itu,
kau memutuskan beralih membawa segenap kekecawaanmu.
Sedangkan aku masih di sini, dalam husnuzhonku.
Karena berbagai berita itu tak dapat terkonfirmasi olehku.

Tapi `alaa kulli haal,
kuharap masih ada rasa kasih sayang antara kita.
Semoga ukhuwah yang dulu diperkenalkan oleh gelombang itu,
masih tertanam dalam hati kita.

Saudaraku, kalau kau masih mempercayai akan adanya orang-orang yang tulus dalam gelombang itu,
maka kuminta kau berhenti menyudutkan ia di muka umum.
Kalau kau masih percaya bahwa kejahatan mengintai gelombang itu,
maka kuminta kau berhenti mengumpan anasir-anasir jahat untuk menghancurkan gelombang itu.

Kalau kritik yang kau berikan, dekatkan mulutmu ke telinga ku!
Karena sedikit kritikmu terdengar oleh anasir-anasir jahat,
maka anasir-anasir itu akan membuat kritikmu menjadi adonan yang diberi soda kue
hingga mengembang dan dibubuhi berbagi bumbu hujatan.
Relakah kau mendengar saudaramu dicaci maki?

Kalau kau masih percaya bahwa masih banyak orang yang baik dalam gelombang itu,
aku minta kau bersedekah dengan diammu.
Kenanglah kebaikan yang pernah diberikan oleh gelombang itu padamu,
agar teredam hasrat untuk mengumbar kekecewaanmu.

Dulu gelombang itu telah berbuat baik padamu.
Kini, berbuat baiklah pada gelombang itu dengan menahan diri dari melampiaskan kekecewaanmu.
Kalau kau mempercayai berita-berita itu,
biarlah akhirat mengungkap semuanya.
Biarkanlah orang-orang yang – kau percayai masih - tulus bekerja.
Mereka adalah orang-orang yang tidak terganggu oleh berita dan tuduhan itu.
Mereka orang-orang yang sama sepertiku, tetap dalam husnuzhonnya.
Atau mereka orang yang mengerti betul bahwa kebanyakan berita/tuduhan yang datang itu tidak valid.

Jumat, 29 April 2011

penghianatan kaum intelektual (part. 2)

Tiba2 saya takut secara tidak sadar sudah melakukan penghianatan kaum intelektual. Takut kalau... kalau bener belum bisa sepenuh hati menjalankan riset, bahkan kadang sebel sama riset yang parameternya semua harus terukur. Kadang logika saya terlalu nakan, lebih menyukai segala sesuatu yang bersifat eksperimental. Ya...entah mengapa segala hal metodologis menjadi sangat membosankan....

Bukannya tidak punya idealisme intelektual, tapi saya...hanya belum menemukan soulnya. Belum benar-benar merasa 'tidak dibatasi' dalam riset, dan juga dalam keingintahuan...belum bisa membangkitkan jiwa yg tertidur itu... Tapi mau sampai kapan ya? Ya sudahlah jalani saja. Witing tresno jalaran soko kulino. Siapa tau seiring berjalannya waktu jadi suka sendiri.

Yang pasti, harus tetap ada ranah kreatif dalam penelitian sekalipuun...meskipun SOPnya baku...kreatif..kreatif...ya kadang tagline 'i did it my way' tak terlalu banyak berguna juga...

Kamis, 28 April 2011

tertawa bersama

"Seringkali yang dibutuhkan bukan hanya orang-orang yang bisa diajak menangis bersama, tetapi juga tertawa bersama, karena menangis akan banyak menyedot energi hidup, namun senyum dan tawa selalu bisa memberi energi hidup..."

Keliling Dunia dengan Paper

Emang bisa? So pasti bisa.... Banyak penyelenggaraan paper competition yang bisa diikuti, dan... banyak yang di luar negeri! Beda2 negara jadi kalo bikin banyak paper (menyesuaikan tema), bisa keliling dunia tuh!

Ya, tinggal yang penting ada dananya, entah dari sponsor atau apapun.

Tapi saat awal mencoba bikin paper, saya nggak pernah terpikir lho akan bikin biar bisa ke luar negeri. Ya, karena penasaran aja kenapa bisa ada paper yang isinya itu... ajaib di mata saya! Jadi pengen tau kok keliatannya keren gitu ya, menggabungkan basic pengetahuan ini dan itu, trus jadi sebuah pengetahuan baru. Allahu Akbar!!!

Jadi, memang untuk bisa bikin paper yang oke tidak hanya dibutuhkan ide dan semangat berkarya, juga tidak cukup ditambah dengan keuletan nyari dan baca referensi ini-itu. Beneran gak cukup! Bikin paper tu sangat butuh keingintahuan. Tidak cukup keingintahuan, harus keingintahuan yang sangat besar! Trus jadi anak kecil lagi yang selalu bertanya "kenapa dan kenapa?" "kenapa begini-begitu?"

Yang penting, bikin paper atau apapun juga butuh kecintaan: kecintaan untuk mencari tau, kecintaan untuk melakukan, kecintaan berkarya, bukan kecintaan atas apa yang mungkin didapatkan saja.

Tapi kok ya kadang jadi ada yg mikir gara2 pemikiran seperti ini jadi gak punya target lebih? Bisa iya atau nggak juga sih tergantung orangnya deeeehh... tapi mungkin nggak juga.

Spanyol, Italia, Australia, Taiwan, Malaysai, China, Jepang, India, Bangladesh sampai USA dan Kanada... Saya diamkan saja tahun ini. Beberapa paper diterima utk dipresentasikan di Spanyol, Italia, Australia, Taiwan, dan Jepang. Panggilan wawancara (entah dari mana mereka punya nomor hape saya), kesempatan jadi duta uslimah Indonesia ke Kanada, India, dan Bangladesh tidak dijalani. Bukannya tidak mau (mau banget malah), tapi bukan orientasi utama, bukan prioritas saat ini.

So, i just wanna tell u that, "sangat mungkin keliling dunia dengan paper" tapi yang lebih penting lagi selalu ingin tau dan cinta berkarya... karya apapun!

Cukuplah melihat tulisan2 itu 'nampang' di prosiding, syukur2 di jurnal hehe... Anw jurnal apa ya yg nerbitin paper hasil studi pustaka? haha...

Selasa, 26 April 2011

Kembali ke Asholah Dakwah

Dakwah tidak mengenal udzur. Anas bin Malik mengatakan tentang Abdullah bin Ummi Maktum yang secara kondisi fisik buta. Tapi pada perang Yarmuk, Abdullah bin Ummi Maktum hadir di tengah para mujahidin di medan perang, memakai baju besi, memegang bendera. Anas bin Malik bertanya, wahai Abdullah bin Ummi Maktum, bukankah Rasulullah saw telah memberi udzur kepadamu? Ia menjawab, “Ya betul, memang dalam Al Quran telah diberikan udzur kepada orang buta. Tetapi saya menginginkan dengan kehadiran saya di sini, di medan perang, paling tidak dapat menambah jumlah tentara Islam.”

Sahabat, kekuatan jamaah ini teergantung pada kekuatan kader-kadernya. Jika jamaah kuat, kader juga akan kuat! Hehe… Kebalik ya? Bagus berarti gak ngantuk ^^v

Lantas pertanyaannya, kenapa selalu dan selalu pembahasan tentang kader yang menjadi permasalahan? Intima’ bil jamaah yang lemah, ukhuwah yang renggang, tsiqoh terhadap qiyadah dan hasil syuro yang kadang mungkin cuma 20%, apa penyebabnya? Exactly, I don’t know! Lagi-lagi, sudah masuk ranah personal.

Tapi saya mencoba menulis tentang salah satu kemungkinan penawar dari racun-racun di atas. Hanya salah satu saja, mohon maaf karena saat ini waktu terbatas. Sebagai awalan, saya ingin mengutip percakapan dari film Sang Murobbi:

Berikut percakapan Ustadz Rahmat Abdullah dalam film Sang Murabbi.
“Ane mau curhat nih stadz. Ane liat nih Sekarang ngajinya dah pada kendor, tiap liqo yang diomongin politik mulu. Kayanya ga ada omongan selain itu.” kata Mabruri.
Ustadz Rahmat berkata, “Ane paham apa yang antum rasakan, dan temen-temen rasakan. Jadi, ane pengen cerita nih, akh Mabruri, tentang monyet,”
“Monyet? Emang kita monyet?” Tanya Mabruri.
Ustadz berkata, “Bukan, maksudnya, ni ibarat, jadi gini, akh Mabruri, jadi ada seekor monyet nih. Dia naek trusss sampe ke pucuk pohon kelapa. Tapi diem-diem ada 3 jenis angin nih yang bukan sembarangan nih angin, ada angin topan, angin bahorok, angin puting beliung. Siap nih, ngincer tu monyet. Siap nih. Plan-plan, plek. Kaga jatoh!”
“Makin kenceng,” sela Mabruri.
“Makin kenceng aje pagangannnya. Tapi dateng nih, akh Mabruri, angin yang sepoi-sepoi nih dateng deh, pelan-pelan, pelan-pelan, diincer tuh ubun-ubunnya tuh monyet diincer. Seeet, seer ngeriep-ngeriep tu monyet, matanya ga ngeliat lagi dah, tangan lepas dah, itungan berapa detik, jatoh dah.” Lanjut Ustadz.
“Jatoh, stadz?” Kata Mabruri.
“Subhanallah, akh Mabruri, nah ibaratnye begitulah tantangan dakwah kita. Jadi klo kita di uji sama yang sempit, kesedihan, kemiskinan, kuat kita, akh Mabruri. Tapi klo kt di uji sama kasenagan, akh Mabruri, sebentar doang, plek, jatoh dah. Jadi kesimpulannya nih, akh Mabruri, antum jangan jadi monyet.” Ustadz mengakhiri.

Percakapan lain antara Mabruri dengan Ustadz Rahmat Abdullah
“Temen-temen gimana kabar?” Ustadz bertanya.
“Begitulah ustadz, makin jadi-jadi aje. Ngomongnya politik melulu. Ngajinya makan lemah, hamasah sama ruhiyahnya makin tips tuh stadz, gimana yah?” Jawab Mabruri
“Akh, antum ingatkan deh, likullim marhaatin rijaluha wa likullim marhaatin masaakiluha. Jadi, setiap marhalah itu ada rijalnya, setiap marhalah ada masalahnya. Jadi, kita, masing-masing kita, ada cobaannya dari Allah swt. Begitu juga dakwah kita. Obatnya, mabruri, adalah kesabaran, keikhlasan antum, pengorbanan teman-teman, dan kita kembali ke asholah dakwah. Kita ngapain dakwah ini, kita cemplung dakwah ini, kita habis-habisan dakwah ini. Kenapa? Karena Allah saja. Kita inget bagaimana Kata Allah swt, bagaimana kata rasul. Udah selesai…” Jelas Ustadz.
“Kita ini udah gatel stad,” Mabruri menyanggah.
“Paham, paham” Ustadz bicara.
“Keadaannya udah kaya meledak begitu,” Lanjut Mabruri.
“Paham, paham ane. Shobron ‘ala shobron. Antum berikan sabar diatas sabar kepada Allah swt. Allah akan segera dateng dengan jalan keluarnya.” Ustadz Mengakhiri tausiyahnya.

Sahabatku, demikianlah kiranya yang kita hadapi sekarang. Tapi bukan itu yang saya ingin sampaikan. bukan tentang marhalah dakwah kita. Ya, seperti disinggung di atas, yang ingin saya sampaikan adalah salah satu penawar untuk masalah di tiap masalah: kembali ke asholah.

Asholah sendiri berarti keaslian. Jika berbicara dalam konteks dakwah kampus maka makna kembali kepada asholah berarti kembali kepada orisinalitas dengan dinamika dakwah secara global dan dakwah kampus kontemporer. Kembali ke asholah dalam dakwah kampus hendaknya dapat diterjemahkan ke dalam kembalinya kita kepada nilai-nilai esensial dari lima hal utama yaitu: Islam, tarbiyah, dakwah, fiqih dakwah, dan manhaj dakwah.

Pembahasan tentang lima hal ini insya Allah di notes berikutnya (punten ditunggu dosen ^^). Semoga bisa menjadi suplemen semangat hingga akhir hayat. Wallahu’alam. Afwan minkum.

Minggu, 17 April 2011

Hai

Hai tidaklah kau lihat bulan purnama sedang tersenyum lebar padamu?
Mengapa hanya tunduk saja?

Hai apa itu yang mengalir menganak sungai?
Astaga, sayang, kau menangis lagi...

Hai bahkan tikus-tikus pun tertawa riang di loteng
Bukan karena dapat santapan, atau apa mereka sedang menertawakanmu?

Ya sayang,
Kadang ketidakterimaan kita menjadi sangat tidak berharga
Kau tau kenapa?
Karena alasan dari ketidakterimaan itu tak bisa kau bahasakan

Tak perlulah selamanya ingin dimengerti
Cukuplah belajar mengerti
Mengerti dan kau akan jadi peduli
Meski kau pun tak pernah bisa mengerti
Apalagi memahami
Cukup kau saja bisa menerima sayang

Termasuk menerima segala ketidakberdayaan
Segala kesepakatan

Hai permata, kau tau kau sungguh-sungguh berharga
Saat utuh bahkan saat sudah pecah pun
Kau tau kenapa?
Karena kau selalu bersinar, cemerlang berkelipan
Di manapun tempatnya
Seperti apapun kondisinya

Minggu, 03 April 2011

Menanggapi Media

When you saw, listened or read something on the media that shocked you, don't react, assume and judge instantly. instead: pause. stop. let a moment of emptiness took over your heart. then see not with your eyes but with your heart. hear not with your ear but with your soul. after a few seconds of that vacuum space within yourself, truth and meanings will start filling in your soul, then without trying you will just "understand". If that happens, sometimes "reacting" is the last thing you want to do.

Sabtu, 02 April 2011

Tentang Prestasi

Bagi saya, prestasi harus berdampak pada lahirnya kontribusi yang baik. Soal bisa menang ini dan itu atau bahkan bisa jalan-jalan ke luar negeri, semuanya adalah bonus. Bahkan, sebenarnya hal itu adalah bagian dari CARA untuk bisa berkontribusi itu sendiri. Jadi pada dasarnya menjadi seorang yang prestatif bagi saya berarti harus bisa menjadi seorang yang BERMANFAAT, karena jika prestasi yang diperoleh itu hanya melahirkan kebanggaan dan minim manfaat, maka sepatutnya dipertanyakan kembali apakah seseorang sudah benar-benar berprestasi.

Makna bermanfaat itu bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain, minimal orang-orang terdekat kita. Dan lebih baik jika bisa meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Tingkatan terendah berprestasi (menurut saya) adalah bisa menginspirasi orang-orang di sekitarnya untuk menjadi lebih baik, lebih pandai mengatur diri, mengatur waktu, dan mau berbagi manfaat untuk orang lain juga.

Jadi ketika anda memiliki sebuah ide inovatif yang bermanfaat, anda juga harus mulai memikirkan bagaimana ide itu nantinya akan diwujudkan secara nyata. Minimal, jika ide itu baru berbentuk tulisan di atas kertas ataupun di lembar MS Word, anda harus bisa membuat tulisan anda dibaca oleh orang lain yang (kira-kira) bisa merealisasikan ide anda itu.

"Pergilah sejauh kakimu bisa melangkah. Jelajahilah bumi beserta isinya. Carilah inspirasi di negeri orang dan tebarlah manfaat sebesar-besarnya. Kembalilah ke negerimu untuk membangunnya hingga bisa menjadi lebih baik."

Jadi jika suatu saat anda berkesempatan menginjakkan kaki di negeri orang, entah untuk yang pertama kali ataupun kesekian kali, belajarlah dari mereka apapun yang bisa membantu kalian untuk ikut membangun dan memperbaiki negeri ini. Jadilah bermanfaat sebab "khoirunnas anfa'uhum linnas" (sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain).

Banyak orang merantau tapi sedikit yang benar-benar belajar di perantauan. Banyak orang belajar tetapi hanya sedikit yang melakukan. Banyak yang melakukan tetapi hanya sedikit yang mengajarkan. Lakukanlah dan ajarkanlah hal-hal terbaik yang kau pelajari, dan kau akan jadi bermanfaat.

SELAMAT BELAJAR! SELAMAT BERMANFAAT ^^

Jasa Petani

Nasi putih terhidang di meja
Kita santap setiap hari
Beraneka ragam hasil bumi
dari manakah datangnya?

Dari sawah dan ladang di sana
Petanilah penanamnya
Panas terik tak mengapa
Hujan rintik tak dirasa
Masyarakat butuh bahan pangan

Trima kasih bapak tani
Trima kasih ibu tani
Tugasmu sungguh mulia


Tiba2 saja saya teringat lagu ini setelah menjalani sebuah pengalaman berharga hari ini. Sedikit pembuka dulu ya sebelum masuk cerita saya. Jadi gini, dalam rangka menjalankan penelitian sebagai tugas akhir di kampus, saya harusnya punya topik. Oke, topiknya sudah ada. Garis besarnya tentang analisis fitokimia tanaman daun ginseng alias kolesom. Lebih spesifik lagi, tentang analisis dietary fiber, substansi pektat, dan oligosakaridanya. Beritanya, anggaran dana penelitian ini mencapai 8 digit angka dan angka terdepannya 2. Maklumlah, pake 2 alat supermahal sama make 7 jenis enzim, belum bahan yang lain2... Intinya, buat anak S1 penelitian ini... kelewat mahal! (insya Allah bukan biaya sendiri). Jadi harus teliti banget penanganannya mulai dari awal. Bahkan saya harus memastikanapa yang terjadi terhadap (calon) sampel saya semenjak baru ditanam.

Ya, dan sampelnya memang baru ditanam. Tadinya menurut info yang saya peroleh, (calon) sampel itu bisa saya ambil seminggu lagi, tapi ternyata salah info! Kalau dari sekarang sih, masih 7 minggu lagi baru bisa dipanen sampelnya. Nah, makanya saya harus ngecek juga kondisi tanamannya sejak baru ditanam ini, sekadar memastikan agar hasil analisisnya relatif seragam dan standar deviasinya bisa diterima.

So, hari ini berangkatlah saya ke lahan tanaman kolesom di Leuwikopo. Baru pertama kali liat dalemnya lahan Leuwikopo. Seger juga udara di sana, tapi pegel juga jalan masuk ke sananya. Apalagi sendirian dan sinar matahari sedang riang-riangnya menyapa. Tapi terbayar lah dengan udara yang sejuk dan pemandangan yang menenangkan... Berladanglah saya di sana. Bantu cabut gulma sama nabur soda abu doang sih biar tanahnya gak terlalu asam... Dari kejauhan kedengeran alunan musik Sunda (kayak yang diputer di stand IPB pas pameran pimnas). Deuh... berasa gadis desa banget dah!

Tapi saya jadi belajar banyak. And here is the lesson...

Percaya nggak sih, dulu pas SD, pas baru diajari lagu jasa petani, saya gak terlalu 'memaknai' lagu itu. Saya ngerti kerja petani itu berat, tapi belum sepenuhnya sadar soal itu. Baru hari ini saya ngeh... ternyata seberat ini kerja di lapang. Di tengah siraman cahaya matahari... baru sebentar aja udah bkin pusing alang kepalang. Gimana para petani itu bisa bertahan seharian? Beneran deh!

Saya bukannya gak pernah ke sawah sebelum ini. Persis di belakang rumah saya di Magetan tuh langsung sawah lho, dan waktu kecil saya sering banget maen layang2 panas-panasan di sana. Ah tapi dasar anak kecil! Mana kenal panas dan capek?

Tapi jujur, saya belum pernah ngerawat tanaman di ladang, paling di kebun sama pekarangan rumah, itupun gak seluas ladang (meskipun kebun di rumah lumayan luas). Jadi baru kali in saya kerja di ladang (pliss jangan ketawain ya...).

Dan baru bener2 sadar makna lagu jasa petani tu dalem banget. Ya, kalo panas sampe bikin pusing kayak gini, kepala berat, peluh menderas... Kalo hujan? Kalo hujan gede sih pada berhenti, tapi bukan gak mungkin para petani itu tetep bekerja di tengah hujan rintik. Padahal kalo kelamaan di tengah hujan rintik bisa kebas juga rasanya...

Jadi sangat merasa berdosa kalo gak bisa ngabisin makanan yg diolah dari hasil kerja keras petani... Ah petani, apa yang sebenarnya kau rasakan saat berada di tengah2 sawah dan ladang? Atau kebun? Atau peternakan? Maafkan kami jika masih sangat kurang menghargai jasamu, atau bahkan kadang menganggapnya tidak berharga, padahal tiap waktu kami butuh makan dari hasil kerja kerasmu. Kami mohon doa supaya tidak menjadi kaum intelektual yang melupakan nasibmu. Terima kasih petani...

-020411-

Walau Tangis Melepas dan Air Mata Menderas

Aku pikir, mencintai apapun hal baik yang kita lakukan itu penting. Tapi cinta itu tidak harus datang di awal, biarkan saja dia mekar dan merekah pada waktunya (jiaaah...bahasanya...).

Ya, meski kadang harus mengharu biru dulu. Menderita memar dan lebam dulu. Jalani saja, ambil saja hikmah dari semua yang bisa dibaca, didengar, dirasa...

Jalani saja lillahi ta'ala, walau tangis sudah terlepas dan air mata kian menderas. Pada akhirnya semua akan menjadi sekadar bekas. Ah bukankah bekas tak selamanya buruk? Bukankah dia adalah kenangan atas perjuangan yang telah dijalani? Dan berbahagialah, karena ketika telah kau jalani semuanya, hanya bekas yang indah yang tersisa, bukan bekas luka.

Ya, bertahanlah walau tangis sudah terlepas dan air mata kian menderas. ^_^

Dengan ini kunyatakan

Dengan ini kunyatakan...
bahwa aku benar2 bangga!
Bangga masih bisa melihat
dan mengenal orang2 seperti kalian

Masih mau turun ketika telah berada jauh di atas
Mau terkena lumpur basah, abu, dan jelaga
Menyusuri jalanan demi jalanan dengan sebuah kata cinta:
PENGABDIAN...

Selamat berkarya kawan
Ayo terus berjuang
AKU BANGGA...

Tadabbur QS 3:190-191

Dear morning,
Can you see the light?
It's embracing the sky
Staring through the dawn?

My day,
Can you follow the move?
Until the twilight comes afterward?

Oh night,
Can you see the dark?
Keeping you from the rush of the day?

Can you feel the harmony?