Sabtu, 02 April 2011

Jasa Petani

Nasi putih terhidang di meja
Kita santap setiap hari
Beraneka ragam hasil bumi
dari manakah datangnya?

Dari sawah dan ladang di sana
Petanilah penanamnya
Panas terik tak mengapa
Hujan rintik tak dirasa
Masyarakat butuh bahan pangan

Trima kasih bapak tani
Trima kasih ibu tani
Tugasmu sungguh mulia


Tiba2 saja saya teringat lagu ini setelah menjalani sebuah pengalaman berharga hari ini. Sedikit pembuka dulu ya sebelum masuk cerita saya. Jadi gini, dalam rangka menjalankan penelitian sebagai tugas akhir di kampus, saya harusnya punya topik. Oke, topiknya sudah ada. Garis besarnya tentang analisis fitokimia tanaman daun ginseng alias kolesom. Lebih spesifik lagi, tentang analisis dietary fiber, substansi pektat, dan oligosakaridanya. Beritanya, anggaran dana penelitian ini mencapai 8 digit angka dan angka terdepannya 2. Maklumlah, pake 2 alat supermahal sama make 7 jenis enzim, belum bahan yang lain2... Intinya, buat anak S1 penelitian ini... kelewat mahal! (insya Allah bukan biaya sendiri). Jadi harus teliti banget penanganannya mulai dari awal. Bahkan saya harus memastikanapa yang terjadi terhadap (calon) sampel saya semenjak baru ditanam.

Ya, dan sampelnya memang baru ditanam. Tadinya menurut info yang saya peroleh, (calon) sampel itu bisa saya ambil seminggu lagi, tapi ternyata salah info! Kalau dari sekarang sih, masih 7 minggu lagi baru bisa dipanen sampelnya. Nah, makanya saya harus ngecek juga kondisi tanamannya sejak baru ditanam ini, sekadar memastikan agar hasil analisisnya relatif seragam dan standar deviasinya bisa diterima.

So, hari ini berangkatlah saya ke lahan tanaman kolesom di Leuwikopo. Baru pertama kali liat dalemnya lahan Leuwikopo. Seger juga udara di sana, tapi pegel juga jalan masuk ke sananya. Apalagi sendirian dan sinar matahari sedang riang-riangnya menyapa. Tapi terbayar lah dengan udara yang sejuk dan pemandangan yang menenangkan... Berladanglah saya di sana. Bantu cabut gulma sama nabur soda abu doang sih biar tanahnya gak terlalu asam... Dari kejauhan kedengeran alunan musik Sunda (kayak yang diputer di stand IPB pas pameran pimnas). Deuh... berasa gadis desa banget dah!

Tapi saya jadi belajar banyak. And here is the lesson...

Percaya nggak sih, dulu pas SD, pas baru diajari lagu jasa petani, saya gak terlalu 'memaknai' lagu itu. Saya ngerti kerja petani itu berat, tapi belum sepenuhnya sadar soal itu. Baru hari ini saya ngeh... ternyata seberat ini kerja di lapang. Di tengah siraman cahaya matahari... baru sebentar aja udah bkin pusing alang kepalang. Gimana para petani itu bisa bertahan seharian? Beneran deh!

Saya bukannya gak pernah ke sawah sebelum ini. Persis di belakang rumah saya di Magetan tuh langsung sawah lho, dan waktu kecil saya sering banget maen layang2 panas-panasan di sana. Ah tapi dasar anak kecil! Mana kenal panas dan capek?

Tapi jujur, saya belum pernah ngerawat tanaman di ladang, paling di kebun sama pekarangan rumah, itupun gak seluas ladang (meskipun kebun di rumah lumayan luas). Jadi baru kali in saya kerja di ladang (pliss jangan ketawain ya...).

Dan baru bener2 sadar makna lagu jasa petani tu dalem banget. Ya, kalo panas sampe bikin pusing kayak gini, kepala berat, peluh menderas... Kalo hujan? Kalo hujan gede sih pada berhenti, tapi bukan gak mungkin para petani itu tetep bekerja di tengah hujan rintik. Padahal kalo kelamaan di tengah hujan rintik bisa kebas juga rasanya...

Jadi sangat merasa berdosa kalo gak bisa ngabisin makanan yg diolah dari hasil kerja keras petani... Ah petani, apa yang sebenarnya kau rasakan saat berada di tengah2 sawah dan ladang? Atau kebun? Atau peternakan? Maafkan kami jika masih sangat kurang menghargai jasamu, atau bahkan kadang menganggapnya tidak berharga, padahal tiap waktu kami butuh makan dari hasil kerja kerasmu. Kami mohon doa supaya tidak menjadi kaum intelektual yang melupakan nasibmu. Terima kasih petani...

-020411-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar