Kamis, 30 September 2010

The Adagium of Yolanda Sylvia

Ide judul ini muncul setelah saya benar2 jatuh cinta pada sebuah hobi: ngeblog!

Suatu ketika, saya mendapat link blog seorang rekan berinisial XxYy (gen karangan saya nih!) yang nama blognya itu kurang lebih berarti 'a science discovery center' dalam bahasa latin...

Hmm... Keren juga istilahnya, pikir saya.



Trus setelah melihat2 (kilas balik) blog saya sendiri, rasanya semakin menyadari kalau blog saya itu kebanyakan kata2... linguis abissss!!!

Yah, pokoknya tuh blog Cipi banget dah: simpel, jayus, banyak kata2 aneh, nyastra, filosofis, dll... Tapi sebenarnya, kalo boleh memuji tulisan sendiri, blog saya lumayan keren lho ^^v

Cuma emang layoutnya perlu dibenerin, tapi masih males banget nih...gimana dong???



Anyway, intinya blog saya yang rada2 egosentris (boong sih...) itu udah kayak antologi blablabla versi Cipi (puisi ada, cerita pendek ada, pemikiran ada...pokoknya gue banget gitu loh!), tapi memang tuh blog penuh permainan diksi dan sastra....

Sampe saya mikir, seru nih kalo punya sesuatu yang berisi kumpulan kata-kata, kumpulan pemikiran, kalo perlu bahkan kumpulan postulat pribadi! Eits... Ini bukan ego lho... cuma seru aja bayanginnya...



Trus kepikir tentang sebuah nama untuk kumpulan itu. Mm... apa ya?

Memoar? Kesannya gimanaaa gitu!

Antologi? Lebay...

The Word of Mine? Hm...



Hingga terlintas sebuah kata dalam benak saya: adagium

Yup! The Adagium of Yolanda Sylvia sounds interesting, hahahaha...

Well, what's adagium?



"Adagium", or "adage", is a short but memorable saying that holds some important fact of experience that is considered true by many people, or it has gained some credibility through its long use. Adages may be interesting observations, practical or ethical guidelines, or pessimistic comments on life. Some adages are products of folk wisdom which attempt to summarize some basic truth; these are generally known as "proverbs". An adage which describes a general rule of conduct may be known as a "maxim". A pithy expression which has not necessarily gained credit through long use but which is distinguished by particular depth or good style is known as an "aphorism", while one distinguished by wit or irony is known as an "epigram". Through overuse, an adage may become a "cliché" or "truism"

(dari kamus nih...)



Makin tertantang sama kata adagium, makin penasaran lanjutin nulis!

Haha... ni notes gak penting sih... Iseng aja sebenernya

Jangan terlalu serius bacanya ^^v

Tentang Sebuah Pewarisan

Seberapapun kecilnya rasa cinta di hatimu untuk organisasimu sekarang,

cintailah ia, dekatilah ia

bangunkan ia dengan cintamu

Himpun kekuatannya hingga kelemahannya tak berarti apa-apa

Jadilah seorang yang efektif dan efisien di dalamnya

Jadikanlah produktivitas dan kontribusi sebagai jalan cintamu padanya"



Aku berpikir tentang mewariskan semua ini...tentang mengusahakan semuanya tidak menjadi biasa saja

Tidak semua hal baik ada padaku atau generasiku, seperti halnya banyak hal buruk belum mau meninggalkanku atau generasiku



Aku tahu, aku ingin generasi yang lebih baik... lebih kuat

maka aku ingin mewariskan kebaikan, yang mengakselerasi mereka agar tidak jalan di tempat



Aku bertanya, "Bagaimana cara yang akan kutempuh untuk mewariskannya secara efektif?"

Aku masih memikirkan jawabannya...

Aku suka bertanya dan mencari jawaban sendiri atas pertanyaan-pertanyaanku



Bahkan jika pewarisan ini adalah hal terakhir yang bisa kulakukan,

akan kulakukan sebaik-baiknya.



Inilah nilai kesungguhan yang bisa aku bagi.

Kredibilitas + integritas ---> trust

Selasa, 28 September 2010

Penasaran

Kembali susah tidur, kembali dengan pikiran yang bergemuruh dan rasa ingin tau yang mengguruh... Selalu terbangun sebelum pagi, buku2 ini mengusik penasaranku.



Kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat dan keberpihakan pada aktivitas memberi manfaat membuat seorang yang masih mau berpikir dan merasa selalu berupaya.



Upaya untuk memperbaiki diri sebelum memperbaiki yang lain.

Upaya untuk menguatkan diri sebelum menguatkan yang lain.



Dan rasa penasaran itu semakin menggebu.

Manakala rindu akan ilmu semakin tak menentu.



Teringat nasehat seorang Imam Syafi'i, bahwa ilmu hanya mau dituntut oleh mereka yang berniat lurus.

Maka memperbaiki niat diri selalu perlu untuk menuntut pertanggungjawaban dari rasa penasaran yang selalu hadir dengan cara paling tak tau diri itu.



"Menuntut ilmu adalah ibadah, memahaminya adalah wujud takut kepada Allah, mengkajinya adalah jihad, mengajarkannya adalah sedekah, dan mengingatnya adalah tasbih" (Imam Ghazali)

Buku-buku Usang

Mimpi... Ya, dalam mimpi saya ditanya,

"Apa kau benar2 mencintai buku2?"

"Ya", kata saya. "Apa ada alasan untuk tidak mencintai buku2?"



Si penanya berkata,

"Suatu saat buku2 itu akan menjadi tumpukan kertas2 usang, tak tampak menarik lagi, apa kau akan tetap mencintainya?"



"Boleh saya tanya sesuatu?" tanya saya.

"Silakan", jawab si penanya.



"Kalau Anda menikah, dan Anda lebih mencintai kepribadian pasangan Anda daripada keadaan fisiknya, apa suatu saat nanti ketika ia sudah tua dan keriput Anda akan tetap mencintainya?"



"Ya, tentu."



"Maka dengan cara seperti itulah saya akan mencintai buku2 ini... Jelas berbeda antara cinta kepada manusia dengan cinta kepada benda mati, namun analoginya tak jauh beda.



Selama ilmu di dalamnya masih mampu memberi manfaat, bagi saya tak masalah ia tampak usang dan lusuh, sebab ia tetap bermutu.



"Anda pernah melihat ukiran kayu jati yang indah?

Menurut saya keindahan ilmu seperti keindahan ukiran2 itu... Rumit, sulit dibahasakan.

Dan sastra adalah pelitur atau pernis yang membuatnya tampak semakin indah.

Maka kayu jati adalah isinya, yang selalu awet memberi manfaat.

Pelitur atau pernisnya mungkin saja luntur, karena panas, karena hujan, karena goresan2...hingga membuatnya tak tampak semenarik hiasan baru.

Tapi di dalamnya tetaplah kayu jati,

tetap berkualitas, tetap bermanfaat."



Ia lalu tersenyum dalam mimpi itu.

Ketika

Ketika arah takdir memisahkan jalan kita

Di titik itu aku mulai merindukanmu, sahabat...



Dan ketika waktu membedakan pencapaian kita

Ketika aku mencapai apa yang tak kaucapai

Atau kau mencapai apa yang tak kucapai

Ketika pencapaian itu tercapai sendiri-sendiri

Di situlah aku mulai merasa kehilanganmu



Sungguh tinggal sebentar lagi

Tak lama lagi...



Doaku meminta perlindunganNya atasmu

PetunjukNya slalu membimbingmu...

Terjagalah niatan2mu

Berkahlah ikhtiarmu...



Begitu pula untukku

Seperti saat kita bersama dulu

Syukurku

Bersyukur pada Yang Maha Hidup

Dialah pemberi hidup

Bersyukur atas hidupku

Keluargaku

Orang2 di sekitarku

Segala nikmatnya yang tak terhitung



Atas tiap unit terkecil darah yang mengaliri nadiku setiap waktu

Atas tiap unit terkecil udara yang menyegarkan paru-paruku

Atas seluas kecil telapak kaki yang mampu menopang seluruh berat tubuhku



“Andai air laut menjadi tintanya dan gunung-gunung menjadi penanya masih takkan mampu menuliskan nikmat yang telah Allah berikan kepada kita”



Atas transformasi karakterku

untuk menjadi kuat

Tahan banting

Anti karat!

Meski tak mudah

Memang itulah metamorfosis...

Buku-buku Usang

Mimpi... Ya, dalam mimpi saya ditanya,

"Apa kau benar2 mencintai buku2?"

"Ya", kata saya. "Apa ada alasan untuk tidak mencintai buku2?"



Si penanya berkata,

"Suatu saat buku2 itu akan menjadi tumpukan kertas2 usang, tak tampak menarik lagi, apa kau akan tetap mencintainya?"



"Boleh saya tanya sesuatu?" tanya saya.

"Silakan", jawab si penanya.



"Kalau Anda menikah, dan Anda lebih mencintai kepribadian pasangan Anda daripada keadaan fisiknya, apa suatu saat nanti ketika ia sudah tua dan keriput Anda akan tetap mencintainya?"



"Ya, tentu."



"Maka dengan cara seperti itulah saya akan mencintai buku2 ini... Jelas berbeda antara cinta kepada manusia dengan cinta kepada benda mati, namun analoginya tak jauh beda.



Selama ilmu di dalamnya masih mampu memberi manfaat, bagi saya tak masalah ia tampak usang dan lusuh, sebab ia tetap bermutu.



"Anda pernah melihat ukiran kayu jati yang indah?

Menurut saya keindahan ilmu seperti keindahan ukiran2 itu... Rumit, sulit dibahasakan.

Dan sastra adalah pelitur atau pernis yang membuatnya tampak semakin indah.

Maka kayu jati adalah isinya, yang selalu awet memberi manfaat.

Pelitur atau pernisnya mungkin saja luntur, karena panas, karena hujan, karena goresan2...hingga membuatnya tak tampak semenarik hiasan baru.

Tapi di dalamnya tetaplah kayu jati,

tetap berkualitas, tetap bermanfaat."



Ia lalu tersenyum dalam mimpi itu.

Kebenaran bukan Pembenaran

Saat kuliah siang ini, seorang sahabat sempat bertanya, "Kalo udah penelitian bertahun-tahun tapi hasilnya gagal...mm...maksudku ga sesuai hipotesis, pasti kecewa banget ya?"


Saat itu saya berpikir, kalau pertanyaan sahabat saya ini didengar oleh Edison, mungkin beliau akan berkata, "Penelitian seperti itu bukannya gagal, justru berhasil menemukan satu jalan yang tidak perlu diulangi berikutnya."


Tapi yang saya katakan adalah, "Penelitian tidak selamanya harus bisa membuktikan hipotesis, karena tugas ilmuwan adalah mencari kebenaran ilmiah, bukan pembenaran ilmiah."


Ya, kebenaran...bukan pembenaran, apapun alasannya.


Bukan pembenaran yang seharusnya kita cari dalam tiap ikhtiar yang kita lakukan. Sama sekali bukan. Tapi kebenaran, yang berkorelasi positif dengan kebaikan dan manfaat.


Semoga penelitian S1 nanti berkah dan benar2 bisa memberi banyak manfaat, minimal bisa menjadi mata rantai dari rangkaian ilmu pengetahuan yang akan banyak bermanfaat dalam jangka panjang. Amin...

Senin, 27 September 2010

Kegagalan (Inspirasi dari Adik Kelas)

Kakak : "Kamu pasti pernah mengalami kegagalan? Kegagalan apa yang terbesar?"
Adik : "Kak, bagi saya kegagalan itu biasa, yang tidak biasa bagi saya, adalah cepat berhasil",
"Kakak tau, sudah berapa kali saya kirim karya tulis?"
"Tiga belas kali berturut-turut. Dan, belum pernah lolos! Tentu hal itu membuat saya kecewa, tapi pengalaman saya lebih besar dari orang yang pertama kali ikut langsung menang"
"Bagi saya itulah pemenang. Lalu, hal yang mana yang kakak katakan sebagai kegagalan? Bukankah, kegagalan itu sebenarnya akumulasi keberhasilan yang tertunda?"
"Kegagalan bagi saya adalah keberhasilan, hanya saja dia belum terakumulasikan"

Iltizam (Part III)

Urgensi Iltizam

Iltizam merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi seorang muslim apalagi bagi aktivis Islam atau para dai, karena iltizam merupakan indikasi amal yang sangat diperlukan dalam konteks kehidupan berjamaah. Tidak mungkin ahdaful jamaah dapat terealisir tanpa ada junud atau anggota-anggota jamaah yang akan melaksanakan ahdaf dan beriltizam terhadap uslub untuk mencapai ahdaf tersebut.

Hasan Al-Bana menegaskan bahwa awal kesiapan seseorang untuk memasuki tahapan takwin dan tanfidz ialah jika ia memiliki at thaat kaamilah atau ketaatan yang sempurna. Oleh karena itu sasaran atau ahdaf dalam berjamaah tidak akan terwujud tanpa adanya junud yang komit atau berilitizam dalam melaksanakan uslub untuk mencapai ahdaf. Padahal jamaah Islam sebagai sebuah harakah yang tertata memiliki ahdaf (tujuan-tujuan) dan berusaha untuk mencapainya ahdaf yang dimaksud ialah mendapatkan mardhatillah, meninggikan kalimat Allah, mengibarkan panji-panji Islam kemudian menegakkan Islam di seluruh muka bumi.

Dalam mencapai ahdaf tersebut jamaah memiliki aqayiz dan auzan (kriteria-kriteria dan aturan-aturan). Berdasarkan kriteria-kriteria dan aturan-aturan tersebut diseleksilah para dai dan aktivis yang layak untuk terlibat dalam jamaah (jadi memiliki pola taqwim). Beberapa di antara kriteria tersebut adalah thaat, iltizam, dan jiddiah (kesungguh-sungguhan). Sehingga sekalipun ada seorang ulama yang paling bertaqwa atau wara’ namun tidak mau komit atau beriltizam, maka ia tidak layak masuk jamaah dan tidak dianggap sebagai anggota atau a’dha jamaah, melainkan sekadar sebagai seorang muslim yang dicintai jamaah.

Kualitas seorang a’dha dalam jamaah dapat dilihat dari sejauh mana kualitas iltizamnya. Semakin besar kadar keiltizamannya seseorang berdasarkan kriteria-kriteria tersebut di atas, maka semakin berbobot pula kualitas dirinya.


(berbagai sumber)

Iltizam (Part II)

Al-Iltizam Bil Jamaah

a. Iltizam terhadap bai’ah.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS 9: 111).
Satu-satunya ayat Al-Quran yang berkaitan dengan masalah harta dan jiwa, tetapi mendahulukan jiwa adalah ayat di atas. Dan transaksi ‘jual-beli’ antara Allah sebagai pembeli dan mukmin sebagai penjual ini erat kaitannya dengan masalah bai’ah. Sikap iltizam terhadap bai’ah yang telah diucapkan nampak jelas pada tokoh Anshar, Nusaibah binti Ka’ab dan Habibi bin Zaid. Nusaibah dengan bai’ah Aqabah II, bertempur mati-matian melindungi dan menjadi perisai Rasulullah di perang Uhud tatkala kebanyakan tentara Islam lain kocar-kacir panik terhadap serangan balik mendadak Khalid bin Walid. Atau Habib bin Zaid yang disiksa Musailamah Al-Kadzab karena tidak mau mengakuinya sebagai nabi, tidak rela menodai bai’ah yang telah Habib bin Zaid diucapkannya walaupun untuk itu ia harus menebusnya dengan nyawa. Tubuhnya dicabik-cabik dan disayat-sayat selagi masih hidup. Sekali kita mengucapkan bai’ah seumur hidup kita terikat untuk beriltizam kepadanya.

b. Komit terhadap ansyithah (kegiatan-kegiatan) baik yang kharijiah (eksternal) maupun dakhiliyah (internal). Seorang a’dha seyogianya memiliki komitmen terhadap semua ansyithah (kegiatan) dalam jamaah baik yang bersifat dakhiliyah (internal) maupun kharijiah (eksternal). Kegiatan internal seperti berusaha selalu hadir dengan tepat waktu dalam acara rutin liqa’ usari dan liqa’ tatsqifi serta daurah-daurah pembekalan dan pengayaan seperti daurah siyasi, daurah murabbi, jalasah ruhiyah dan lain-lain yang diadakan secara berkala. Kemudian bila jamaah terutama dalam era hizbiyah/kepartaian ini banyak melakukan manuver-manuver keluar seperti bakti sosial di daerah-daerah bencana, pengerahan logistik berupa nasi bungkus untuk acara ‘muzhaharah’, penggalangan masa atau demo, tentu saja semuanya harus diikuti pula dengan penuh semangat. Intensitas keterlibatan kita yang tinggi dengan semua kegiatan jama’ah insya Allah akan membuat iltizam kita kepada jamaah semakin kokoh.

c. Beriltizam terhadap wazhifah (tugas-tugas) yang dibebankan jamaah kepadanya. Iltizam atau komitmen terhadap tugas yang dipikulkan pada kita merupakan aspek yang pokok dan mendasar dalam hubungan struktural tanzhim, seorang a’dha harus menyesuaikan diri dengan segala tugas yang dipikulkan ke pundaknya. Baik tugas itu disukai atau tidak dan baik ia sedang rajin maupun malas. Bukan tugas atau wadzhifah yang harus disesuaikan dengan kondisi dirinya, melainkan a’dha tersebut yang harus menyesuaikan diri dengan tugas-tugas yang diamanahkan kepadanya. Sikap seorang a’dha dalam masalah wadzhifah tanzhimiyah hendaklah bijak. Ia tidak akan pernah mencari-cari atau meminta jabatan ataupun wadzhifah tanzhimiyah, namun bila kemudian diamanahi, ia tidak boleh mengelak atau menolak. Seperti Said bin Amir yang dimarahi oleh Umar bin Khathab karena tidak mau mengemban amanah sebagai gubernur di Himsh (Suriah sekarang). “Celaka engkau hai Said, kau bebankan di pundakku beban yang berat (dibaiah sebagai amirul mu’minin), tetapi kau tak mau membantuku “ Akhirnya barulah Said bin Amir mau menerima amanah tersebut.

d. Iltizam atau komit terhadap infaq, baik yang wajib maupun yang sunnah. Sahabat ada yang pernah meminta cuti atau dispensasi (keringanan) dalam hal jihad dan infaq. Rasulullah pun menjawab dengan sangat tajam, “Wa la shadaqah wa la jihadu fiima tadkhulul jannata araan? “Tidak mau bersedekah dan tidak berjihad, jadi dengan apa kalian akan memasuki surga“. Keutamaan berinfaq atau berjuang dengan harta dan jiwa (QS 9: 111, 61:10-11) sangat sering diungkapkan dalam firman-firman Allah. Bahwa ia akan membalasnya dengan beratus-ratus kali lipat, bahkan dengan surga. Bahkan contoh-contoh keutamaan Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdurahman bin Auf, Sa’ad bin Raby, Abu Thalhah dan Ummu Sulaim, Aisyah dan Asma binti Abu Bakar, Zainab binti Jahsy, Khadijah, dan lain-lain terukir indah dalam sejarah Islam. Maka suatu kewajaranlah bila kita yang telah berbaiat ini terikat untuk memenuhi kewajiban berinfaq, baik yang wajib maupun yang sunnah.

e. Beriltizam terhadap qararat (keputusan-keputusan) jamaah. Seorang a’dha muntadzim yang bukan hanya beriltizam terhadap syariat tetapi juga pada jamaah seharusnya selalu berada dalam shaf jamaah. Ia berusaha menjalankan tugasnya sebaik-baiknya di manapun ia diputuskan oleh jamaah untuk ditempatkan. Bahkan dalam hadits dikatakan, “Surga untuk seorang hamba jika ia mendapat bagian jaga ia berjaga dengan baik.” Ia pun akan komit pada kebijakan-kebijakan dan aturan-aturan jamaah dalam amal dan uslub dakwah. Ia terikat dengan keputusan-keputusan, kebijakan-kebijakan jamaah dengan perintah-perintah qiyadah. Sekalipun bertentangan dengan keinginan dan pendapat pribadi. Hendaknya kita harus selalu berprasangka baik bahwa keputusan tersebut adalah yang paling tepat untuk mendatangkan kemaslahatan. Kita bisa mengambil ibrah dari fiqhus shalat agar senantiasa taat dan husnuz zhan pada qiyadah. Dalam shalat bila kita sebagai ma’mum sedang membaca al-fatihah, tetapi imam sudah takbir akan ruku, kita harus segera mengikuti imam, walaupun kita belum siap atau belum selesai membaca al-fatihah.

f. Komit terhadap “tha’atul qiyadah” taat terhadap pemimpin. Ketaatan seorang muslim yang total, utuh dan bulat, memang hanya kepada Allah dan Rasul-Nya (QS 3: 31, 32, 132, 4: 59, 80). Namun di ayat 4: 59 itu pun disebutkan kewajiban taat kepada pemimpin atau ulil amri yang beriman sepanjang tidak dalam rangka kemaksiatan dijalan Allah. Karena laa thaata li makhluqin fi ma’siatil Khaliq’ (tidak ada kewajiban taat kepada makhluk dalam rangka maksiat kepada Sang Pencipta). Seorang a’dha yang telah mengucapkan bai’ah untuk taat dalam giat atau malas, suka atau tidak suka keadaan harus menaati qiyadahnya atau naqibnya sebagai sosok kepemimpinan dalam jamaah yang terdekat dengannya.

Iltizam (Part I)

Menurut Fathi Yakan, iltizam adalah komitmen terhadap Islam dan hukum2nya secara utuh dengan menjadikan Islam sebagai siklus kehidupan, tolak pikir, dan sumber hukum dalam setiap tema pembicaraan dan permasalahan. Sebagaimana perintah Allah ta’ala dalam QS 2: 208 agar seorang mukmin masuk ke dalam Islam secara kaffah.
Indikasi-Indikasi Iltizam

Paling tidak harus ada dua indikator yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki iltizam atau komitmen:
1. Ada indikator lahiriah yang jelas dan kongkrit. Misalnya seorang muslim yang shaleh akan hampir selalu terlihat shalat tepat waktu dan berjamaah di masjid. Jadi logikanya tidak bisa dibalik bahwa orang yang shalat di masjid belum tentu baik. Hal tersebut di atas memang tidak bisa digeneralisir dan kita sulit mengatakan seseorang memiliki iltizam jika ia enggan shalat.
2. Adanya muraqabah dzatiyah. Kita memang tidak boleh hanya mengandalkan mutaba’ah zhahiriyah, melainkan juga harus menumbuhkan muraqabah dzatiyah agar amal yang dilakukan tidak dinodai kepura-puraan, kamuflase, nifaq, dan riya. Artinya di manapun dan dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun apakah ada orang atau tidak, giat atau malas, suka atau tidak suka, dicaci atau di puji kita tetap konsisten dalam melakukan amal shaleh.

Iltizam terhadap Syariat
Iltizam terhadap syariat meliputi aqidah salimah, ibadah shahihah, akhlaq hamidah, dakwah wal jihad, syumul wa tawazun. Dimilikinya iltizam tersebut dalam diri seseorang diharapkan akan membentuk manusia yang utuh (insan mutakamil).

Beriltizam atau memiliki komitmen terhadap aqidah salimah. Yang dimaksud dengan aqidah salimah ialah akidah yang sehat, bersih dan murni terbebas dari segala unsur nifaq dan kemusyrikan. Dalam QS 2: 165 disebutkan bahwa ada orang–orang yang menjadikan tuhan-tuhan selain Allah sebagai tandingan bagi Allah. Dan mereka mencintai ilah-ilah tandingan tersebut sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang beriman amat sangat dicintainya kepada Allah, dari ayat tersebut terlihat bahwa kita tidak boleh mengambil sesuatu selain Allah sebagai Tuhan yakni sesuatu yang dicenderungi, dicintai, disembah dan mendominasi hidup kita. Demikian pula dalam segala hal prioritas cinta, kita harus meletakkan cinta kepada Allah dan kemudian jihad di jalan-Nya sebagai prioritas pertama dibanding dengan orang tua, anak, suami/istri, kerabat, harta perniagaan atau rumah kediaman (QS 9: 24), seperti nampak pada keikhlasan muhajirin meninggalkan segala-galanya yang ada di Makkah dan keridhaan para sahabat Anshar untuk menolong mereka. Bagi mereka ridha Allah dan Rasul-Nya di atas segala-galanya.

Beriltizam atau berkomitmen terhadap ibadah yang shohihah dan istimrar (kontinyu). Seorang muslim memiliki kewajiban untuk melakukan ibadah yang shahih terbebas dari segala bid’ah dan khurafat. Dan ia terikat kepada kewajiban tersebut. Sayid Qutb pernah mengatakan bahwa kualitas iltizam seseorang pertama-tama diukur dari komitmennya terhadap shalat baik dari segi ketepatan waktu maupun kekhusyuannya. Shalahuddin Al-Ayyubi, pahlawan pembebasan Al-Quds selalu memantau di malam hari sebelum perang siapa-siapa saja yang tendanya terang karena menegakkan shalat malam dan tilawah Al-Quran dan mereka itulah yang kemudian diberangkatkan ke medan jihad keesokan harinya. Dan ada seorang ulama salafus shaleh yang memimpikan Junaid Al-Baghdadi setelah ia wafat. ketika ditanya apa yang diperhitungkan oleh Allah terhadapnya. Ia ternyata menjawab, “Hilang semua amalku tak ada yang memberi manfaat kecuali beberapa rakaat di waktu malam. Hal itu menunjukkan bobot nilai shalat tahajud.

Memiliki komitmen atau beriltiazam kepada akhlaq hamidah (akhlak terpuji). Akhlaq hamidah jelas harus dimiliki oleh seorang muslim yang beriltizam. Dan akhlaq hamidah yang dimaksud tentu saja akhlak yang Islami dan qurani. Sebagaimana Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia dan dipuji Allah sebagai orang yang berbudi pekerti agung. (QS 68: 4) Aisyah ra. Mengatakan bahwa akhlak beliau adalah Al-Quran. Artinya jika ingin melihat bagaimana Al-Quran dijabarkan secara konkret dalam sikap, perilaku, dan tindak tanduk di segala aspek kehidupan, lihatlah diri Rasulullah. Rasulullah boleh dikatakan “the living quran” atau Al-Quran yang hidup. Bila seorang dai memiliki akhlak yang Islami ia akan mendapat manfaat antara lain bahwa dirinya patut menjadi teladan. Akhlak terpujinya itu juga menjadi daya tarik dakwah dan dirinya juga akan selalu terhindar dari fitnah. Rasulullah saw misalnya pernah dikatakan dukun, tukang sihir, gila dan sebagainya, tetapi akhirnya fitnah-fitnah itu terlepas dengan sendirinya melihat keutamaan pribadi Rasulullah. Begitu pula fitnah keji berupa tuduhan zina terhadap ummul mukiminin Aisyah ra yang dikenal dengan peristwa haditsul ifki. Beliau akhirnya mendapatkan pembelaan langsung dari Allah dalam surat An-Nur.

Komit atau memiliki iltizam terhadap dakwah. Dakwah adalah upaya untuk meraih keberuntungan di sisi Allah dengan jalan menyeru kepada kebaikan, menyuruh orang berbuat ma’ruf dengan mencegah yang mungkar (QS 3: 104). Dan itu mestidilakukan dengan penuh perencanaan dan kesungguhan (jihad). Bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang tidak pernah melakukan jihad dan tidak pernah berniat untuk berjihad, maka matinya dalam keadaan mati jahiliyah” jihad memang dapat dilakukan dengan berbagai bentuk seperti jihad bil mal, bil lisan, dan lain-lain, namun jihad tertinggi adalah qital. Ada konsekuensi logis ketika seseorang beriltizam pada jihad yakni ia juga harus beriltizam terhadap segala sesuatu yang merupakan persiapan untuk itu seperti tarbiah takwiniah yang istimrar dan lain-lain.

Berkomitmen atau beriltizam terhadap syumul wa tawazun. Dienul Islam ajaran yang syamil (integral, komprehensif) dan mutakamil (utuh) serta mutawazinah (seimbang). Pendek kata Islam adalah agama yang sempurna dan diridhai Allah (QS 5:3, 3:19) Sebagaimana alam semesta diciptakan sempurna, tidak ada kekurangan dan dalam harmoni tawazun (keseimbangan) seperti dalam (QS 55: 7-9), maka manusia pun bagian dari alam semesta diciptakan Allah dalam keadaan sebaik-baik rupa. Umat Islam juga dikatakan sebagai umatan wasathan (umat pertengahan). Ajaran Islam sarat dengan kesyumuliahan dan ketawazunan. misalnya ajaran Islam menyentuh seluruh aspek kehidupan mulai dari hal sepele sampai yang paling berat dan kompleks, (syamil). Kemudian Islam mengajarkan manusia berikhtiar maksimal (QS 13: 11) tetapi juga menyuruh bertawakal. Islam melarang manusia kikir, tetapi juga tidak membolehkan berlaku boros, israf ataupun melakukan kemubadziran. Jadi seorang muslim dalam Iltizamnya terhadap syariah harus memiliki komitmen pada syumuliatul dan ketawazunan Islam.

Sebuah Cita-cita

Ini adalah tulisan jujur yang datang dari logika saya yang waras dan hati yang tidak was-was… Ini adalah tulisan yang polos tentang sebuah visi dan cita-cita suci.

Percayalah, tak ada ambisi pribadi yang melatar belakangi tulisan ini, juga bukan karena sekadar terpengaruh trending topic yang sedang “in”.

Saya ingin mengalirkan energi mimpi dengan cara sedemikian rupa hingga pada akhirnya bukan saya yang mengejar mimpi, tapi mimpi yang mengejar saya.

Terlalu idealiskah?

Kau pikir mau hidup dengan apa kalau idealisme saja tak punya?

Hmm…kepanjangan!

Sebenernya cuma mau bilang, “Pengen punya keluarga rabbani, qur’ani…”

Pengen mendidik anak-anak yang hafal Al-Qur’an (terinspirasi buku 10 Bersaudara Bintang Surga), pengen punya keluarga yang saling menguatkan di jalanNya, saling menopang (terinspirasi Sang Pencerah).

Bahwa hadirnya keluarga Muslim Rabbani sangat dinantikan di tengah2 masyarakat. Bahwa mereka mengharapkan orang-orang yang benar-benar bisa dengan tegas memisahan yang benar dari yang salah, orang-orang yang dengan lembut mengajak pada kebaikan. Bahwa hanya keberadaan keluarga Muslim di tengah-tengah masyarakatlah yang bisa menjawab semua itu.

Manis bukan?

Meski sudah terbayang semuanya tak akan mudah, tapi insya Allah berkah….

Maka alasan apa yang akan membuat saya lemah?

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS 3: 104)

Rabu, 22 September 2010

Bertahan

(Untukmu sahabat,

yang kuharap persahabatan kita dunia-akhirat)



Maka kita memilih bertahan

Atas landasan iman

Untuk memperkokoh katakwaan



Sungguh ujian ini berat kawan

Rasanya sakit menahan

Tapi bertahan menjadi sebuah pilihan

Di antara berbagai pilihan



Maka kita memilih bertahan

Bukan karena tak mampu menyerang

Tetapi karena ingin menjaga semuanya dalam batas toleran

Karena inilah jalan perjuangan

Dan kita memilih untuk menang



Bahkan ketika semuanya semua telah bertemu pada satu titik persimpangan

Dan baragam pilihan dibentangkan

Kita tetap memilih bertahan

Karena kita mengimani suratan

Tak mau mendahului takdir Tuhan

dan memaksakan pencapaian



Karena setiasp pilihan akan dipertanggungjawabkan

Kita tak ingin ada yang dipersalahkan

Maka kita memilih bertahan

Ketika Tangan dan Kaki Berkata

Akan datang hari

Mulut dikunci

Kata tak ada lgi



Akan tiba masa

Tak ada suara

Dari mulut kita



Berkata tangan kita

Tentang apa yang dilakukannya

Berkata kaki kita

Kemana saja dia melangkahnya



Tidak tahu kita

Bila harinya

Tanggung jawab, tiba...



Rabbana...

Tangan kami

Kaki kami

Mulut kami

Mata hati kami

Luruskanlah

Kukuhkanlah

Di jalan cahaya

Sempurna



Mohon karunia

Kepada kami

HambaMu Yang hina 

Sabda Alam

Kicau burung bernyanyi

Tanda buana membuka hari

Dan embun pun memudar

Menyongsong fajar



Sejenak ku terlena

Akan kehidupan yang fana

Nikmat alam semesta

Nusa indah nirmala



Serasa pagi tersenyum mesra

Tertiup bayu membangkit sukma

Adakah esok kan tersenyum jua

Memberi hangatnya sejuta rasa



Sabda alam, menghanyutkan suasanaku

Kadangkala kebosanan mencekam jiwa

Sabda alam, berbuah kodrat tak tertahan

Rasa cinta, rasa nista berpadu satu 

Damai Bersamamu

Aku Termenung Di Bawah Mentari

Di Antara Megahnya Alam Ini

Menikmati Indahnya Kasih-Mu

Kurasakan Damainya Hatiku



Sabda-Mu Bagai Air Yang Mengalir

Basahi Panas Terik Di Hatiku

Menerangi Semua Jalanku

Kurasakan Tenteramnya Hatiku



Jangan Biarkan Damai Ini Pergi

Jangan Biarkan Semuanya Berlalu

Hanya Pada-Mu Tuhan Tempatku Berteduh

Dari Semua Kepalsuan Dunia



Bila Ku Jauh Dari Diri-Mu

Akan Kutempuh Semua Perjalanan

Agar Selalu Ada Dekat-Mu

Biar Kurasakan Lembutnya Kasih-Mu 



Jangan Biarkan Damai Ini Pergi

Jangan Biarkan Semuanya Berlalu

Hanya Pada-Mu Tuhan Tempatku Berteduh

Dari Semua Kepalsuan Dunia

ABC Dialektika Materialis

Leon Trotsky (1939)



Diterjemahkan dan diedit oleh Anonim (Desember 1998) dari Leon Trotsky, The ABC of Materialist Dialectics diterjemahkan sesuai teks dalam website In Defence of Marxism. Diedit oleh Ted Sprague (April 2007)



Dialektika bukanlah fiksi dan bukan pula mistisisme, melainkan sebuah pengetahuan mengenai bentuk pemikiran kita sejauh ia tidak dibatasi ke dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari, tetapi berusaha mencapai sebuah pengertian yang lebih rumit dan proses-proses yang mendesak untuk diperbincangkan. Logika dialektika dan logika formal memikul sebuah hubungan yang serupa dengan hubungan antara matematika tingkat tinggi dengan matematika yang lebih rendah.



Di sini saya akan mencoba untuk membuat sketsa substansi masalah dalam sebuah format yang sangat ringkas. Silogisme sederhana logika Aristotelian bermula dari preposisi bahwa "A" sama dengan "A". Postulat ini diterima sebagai sebuah aksioma bagi banyak sekali tindakan praktis manusia dan generalisasi-generalisasi elementer. Tetapi pada kenyataannya "A" tidak sama dengan "A". Hal ini mudah untuk dibuktikan jika kita mengamati dua huruf ini di bawah sebuah lensa --satu sama lain sama sekali berbeda. Namun, orang dapat saja berkeberatan, karena mereka semata simbol bagi kuantitas-kuantitas sederajat, contohnya satu pon gula, masalahnya bukan ukuran atau bentuk dari huruf-huruf itu. Keberatan itu tidak penting; pada kenyataannya satu pon gula tidak pernah sama persis dengan satu pon gula --sebuah pengukuran yang lebih teliti selalu menyingkapkan adanya perbedaan. Lagi-lagi orang dapat berkeberatatan: tapi satu pon gula adalah sama dengan dirinya sendiri. Ini juga tidak benar --semua bentukan tanpa bisa diinterupsi berubah dalam ukuran, berat, warna, dan lain sebagainya. Mereka itu tidak pernah sama dengan dirinya sendiri. Seorang sophis akan menanggapi bahwa satu pon gula adalah sama dengan dirinya "pada saat yang tertentu".



Terlepas dari nilai praktis yang sangat ekstrim meragukan dari "aksioma" ini, ia tidak bertahan juga terhadap kritisisme teoritis. Bagaimana kita harusnya benar-benar memahami kata "saat"? Jika ia adalah sebuah interval waktu yang sangat kecil, maka satu pon gula ditundukkan menjadi sasaran selama berlangsungnya "saat" tersebut pada perubahan-perubahan yang tak dapat dielakkan, atau apakah "saat" adalah sebuah abstraksi yang murni matematis, yaitu, sebuah kekosongan dari waktu? Tapi semua hal eksis dalam waktu; dan eksistensi sendiri adalah sebuah proses yang tidak berhenti dari transformasi; waktu secara konsekuen adalah sebuah elemen fundamental bagi eksistensi. Jadi aksioma "A" adalah sama dengan "A" menandakan bahwa suatu hal adalah sama dengan dirinya sendiri jika ia tidak berubah, yaitu jika ia tidak eksis.



Secara sepintas kelihatannya "kepelikan-kepelikan" ini tiada berguna. Dalam realita, hal-hal itu amat menentukan arti. Di satu sisi aksioma "A" adalah sama dengan "A" muncul sebagai titik keberangkatan bagi semua pengetahuan kita, di sisi lain sebagai titik keberangkatan segala kekeliruan dan kesalahan dalam pengetahuan kita. Untuk membuat penggunaan yang bebas resiko dari aksioma "A" adalah sama dengan "A" adalah hanya mungkin di dalam batasan-batasan pasti. Ketika perubahan-perubahan kuantitatif dalam "A" adalah tidak berarti bagi tugas-tugas yang ada, maka kemudian kita dapat memperkirakan bahwa "A" adalah sama dengan "A". Contohnya ini adalah cara di mana seorang pembeli dan seorang penjual mengingat satu pon gula, demikian pula kita mempertimbangkan suhu matahari. Sampai waktu sekarang ini kita mempertimbangkan kekuatan mata uang dollar dengan cara yang sama. Tetapi perubahan-perubahan kuantitatif, yang melebihi batasan-batasan pasti, terkonversi menjadi kualitatif. Satu pon gula tunduk kepada tindakan air atau bensin, berhenti menjadi satu pon gula. Satu dollar dalam pelukan seorang presiden berhenti sebagai satu dollar. Untuk menentukan titik kritis pada saat yang tepat di mana kuantitas berubah menjadi kualitas adalah satu dari tugas-tugas yang paling penting serta paling susah di dalam semua bidang pengetahuan, termasuk sosiologi.



Setiap pekerja mengetahui bahwa mustahil membuat dua benda yang sepenuhnya sama. Dalam perluasan bearing-brass menjadi cone bearings diperkenankan adanya sebuah deviasi atas yang disebut terakhir, yang, bagaimanapun, tidak boleh melampaui batasan-batasan pasti (hal ini disebut toleransi). Dengan mengamati norma-norma toleransi, intinya dipertimbangkan menjadi setara. ("A" adalah sama dengan "A"). Saat toleransi menjadi berlebih, kuantitas berlanjut menjadi kualitas; dengan kata lain, cone bearings tadi menjadi inferior atau sepenuhnya tak berharga.



Pemikiran ilmiah kita hanyalah satu bagian dari keseluruhan tindak praktek kita, termasuk teknik-teknik. Bagi konsep-kopsep, eksistensi "toleransi" juga ada. Toleransi ini ditegakkan bukan dengan logika formal yang berasal dari aksioma "A" adalah sama dengan "A", tetapi dengan logika dialektis yang berasal dari aksioma bahwa semua hal selalu berubah. "Akal sehat" dikarakterisasi oleh kenyataan bahwa ia secara sistematis melampaui "toleransi" dialektis.



Pemikiran vulgar beroperasi dengan konsep-konsep macam kapitalisme, moral, kebebasan, negara pekerja, dll. sebagai abstraksi-abstraksi pasti, mengira bahwa kapitalisme adalah sama dengan kapitalisme, moral adalah sama dengan moral, dan seterusnya. Pikiran dialektis menganalisa semua hal dan fenomena dalam perubahannya yang terus berlangsung, sambil menetapkan dalam kondisi-kondisi material dari perubahan-perubahan tersebut yang batas kritis di luar hal yang "A" barhenti menjadi "A", sebuah negara pekerja berhenti menjadi negara pekerja.

Kekurangan fundamental dari pemikiran vulgar terletak dalam kenyataan bahwa ia berharap untuk mengisi dirinya sendiri dengan cetakan statis dari sebuah realitas yang mengandung gerakan abadi. Dengan cara memperketat perkiraan-perkiraan, koreksi-koreksi, kongkritisasi; pemikiran dialektis memberikan sebuah kekayaan mengenai isi dan fleksibilitas kepada konsep-konsep; bahkan saya katakan bahwa ini adalah sebuah kelembapan yang bagi sebuah bidang tertentu membawanya lebih dekat pada fenomena yang nyata hidup. Bukan kapitalisme secara keseluruhan, melainkan sebuah kapitalisme tertentu pada sebuah tahap perkembangan tertentu. Bukan sebuah negara pekerja secara keseluruhan, tetapi sebuah negara pekerja tertentu dalam sebuah negara terbelakang dalam sebuah pengepungan kaum imperialis, dan lain-lain.



Pemikiran dialektis berhubungan dengan pemikiran vulgar dengan cara yang sama seperti sebuah gambar bergerak (motion picture) berhubungan dengan sebuah foto yang statis. Gambar bergerak tidak berada di luar hukum foto statis tetapi mengkombinasikan sebuah urutan dari foto-foto tersebut sesuai dengan hukum-hukum gerak. Dialektika tidak mengingkari silogisme, tetapi mengajari kita untuk menggabungkan silogisme dalam cara yang sedemikian rupa untuk membawa pengertian kita menjadi lebih dekat pada realitas yang berubah secara abadi. Dalam bukunya, Logika, Hegel mendirikan satu rangkaian ketentuan-ketentuan: perubahan kuantitas menjadi kualitas, perkembangan melalui kontradiksi, konflik mengenai isi dan bentuk, interupsi dari kontinuitas, perubahan posibilitas menjadi hal yang tak dapat dihindarkan adanya, dll., yang sama pentingnya bagi pemikiran teoritis sepenting dalam silogisme sederhana bagi tugas-tugas yang lebih elementer.



Hegel menulis sebelum Darwin dan sebelum Marx. Berterima kasih kepada impuls kuat yang diberikan Revolusi Perancis kepada pemikiran, Hegel mengantisipasi gerakan ilmu pengetahuan secara menyeluruh. Tetapi karena itu semata sebuah antisipasi, meskipun dilakukan oleh seorang jennius, hal itu menerima sebuah karakter idealistik dari Hegel. Hegel mengoperasikan bayangan-bayangan ideologis sebagai realitas terakhir. Marx mendemonstrasikan bahwa gerakan dari bayangan-bayangan idiologis ini tidak merefleksikan apa-apa kecuali gerakan dari tubuh-tubuh materi.



Kita menamakan dialektika kita, materialis, sebab ia tidak berakar baik di surga maupun di kedalaman dari "kehendak bebas" kita, melainkan di dalam realitas objektif, di alam. Kesadaran timbul dari bawah sadar, psikologi dari fisiologi, dunia organik dari dunia inorganik, galaksi dari nebula. Di atas tiap undakan tangga perkembangan ini, perubahan-perubahan kuantitatif ditransformasikan menjadi kualitatif. Pikiran kita, terrmasuk pikiran dialektis, hanyalah satu dari bentuk-bentuk ekspresi zat yang berubah. Di dalam sistem ini tidak tersedia tempat bagi Tuhan, Syetan, jiwa kekal, tidak juga norma-norma abadi dari hukum dan moral. Dialektika pemikiran, timbul dari dialektika alam, secara konsekuen memiliki sebuah karakter yang seluruhnya materialis. Darwinisme, yang menjelaskan evolusi spesies melalui transformasi kuantitatif berlanjut pada kualitatif, adalah kemenangan tertinggi dari dialektika dalam seluruh lapangan perkara organik. Kemenangan besar besar lainnya adalah penemuan tabel berat atom dari unsur kimia dan transformasi lebih lanjut dari satu elemen menjadi satu elemen lain.



Secara erat, transformasi-transformasi ini (spesies, elemen, dll.) berkaitan dengan masalah klasifikasi, sama pentingnya dalam ilmu alam sebagaimana dalam ilmu sosial. Sistem Linneaus (abad ke-18) mempergunakan immutabilitas spesies sebagai titik awalnya, terbatas pada deskripsi dan klasifikasi mengenai pertanian sesuai karakteristik-karakteristik abadinya. Periode infantil dari botani adalah analogis dengan periode infantil logika, karena bentuk-bentuk pikiran kita berkembang seperti semua hal yang hidup. Hanya penyangkalan yang tak dapat disanggah mengenai ide tentang spesies jadi, hanya studi mengenai sejarah evolusi tentang pertanian dan anatominya, menyiapkan basis bagi sebuah klasifikasi yang benar-benar ilmiah.



Marx, yang dalam perbedaan dari Darwin adalah seorang dialektikus yang sadar, menemukan sebuah basis bagi klasifikasi ilmiah mengenai masyarakat-masyarakat manusia dalam perkembangan kekuatan-kekuatan produktifnya dan struktur kepemilikan yang membentuk anatomi masyarakat. Marxisme memberikan substitusi berupa sebuah klasifikasi dialektik materialistis kepada klasifikasi vulgar mengenai masyarakat dan negara, yang bahkan hingga sekarang masih tumbuh dengan subur dalam berbagai universitas. Hanya dengan menggunakan metode Marx dimungkinkan secara benar menentukan konsep mengenai sebuah negara pekerja dan momen keruntuhannya.



Kita lihat, semua ini sama sekali tidak mengandung hal "metafisik" atau "scholastis" sebagai ungkapan ketidaktahuan yang congkak. Logika dialektis mengungkapkan hukum gerak dalam pemikiran ilmiah kontemporer. Perjuangan melawan dialektika materialis sebaliknya mengungkapkan sebuah masa lalu, konservatisme dari borjuasi kecil, keangkuhan diri para pengusung rutinitas universitas, dan ... sekilat harapan bagi sebuah after-life.



15 Desember 1939.

Minggu, 19 September 2010

My Confusion

Seperti kelam kala berjelaga dalam pekatnya malam
Atau sang bintang tak mampu lagi terangi cakrawala…
Kala hiruk-pikuk massa pekakkan telinga
Dan mulut mereka makin membisu dalam kebenaran

Ada teka-teki yang ingin kujawab. Banyak yang ingin aku mengerti, tapi terkadang aku merasa lebih baik tidak mengerti terlalu banyak hal. Makin banyak mengerti, makin banyak tak mengerti. Aku hanya ingin memastikan sesuatu. Entahlah. Biar saja perjalanan waktu menjanjikan buktinya. Aku bertanya dan bersiap2 menjawabnya, tapi makin berusaha, makin aku tak tahu jawabannya.

Topan yang membunyikan langit
Angin pusar membawa salju
Sekarang ia mengaum bagai hewan buas
Sebentar kemudian bagai anak kecil
Ia merengut kelu

My Words...

Kau bukan seonggok jasad tanpa nyawa. Ruhmu begitu hidup, namun manifestasi dari eksistensi keberadaanmu seringkali tak terbaca. Impuls saraf otakmu bekerja dalam senyap, namun gerak langkahmu berderap dalam hiruk-pikuk kebingungan massa. Membangunkan yang tertidur, menggerakkan yang berdiam, menenangkan yang bergemuruh. Tulisan adalah penyambung lidahmu, retorika tajam adalah bahasamu.


Aku jatuh cinta... pada setiap kata yang dibisikkan oleh angin senja, pada tenangnya lautan yang menyimpan rahasia teramat dalam, pada gemerisik daun yang menyanyikan melodi terindah dari alam, pada tingginya gelombang yang menghantam kokohnya karang, pada wangi surga yang sebagiannya dititipkan pada bunga2, pada tegaknya gunung menantang masa. Aku jatuh cinta pada Bumi kita...


Memang benar bahwa ilmu adalah lentera... dan mereka yang membagi ilmunya, berarti telah memberi cahaya melalui lentera abadi yang ia bawa. Terima kasihku padamu wahai pembawa ilmu, penebar cahaya yang menghangatkan labirin fikir dan hati bagi mereka yang mau menerima ilmu sebagai kebenaran ^^


Hujan yang meneduhkan dan ketenangan malam tak
mampu membuat mata ini terpejam. Fikir ini tak dapat berhenti, terus
mengalir mengikuti fitrahnya untuk menenun mimpi dalam tiap helai
pemikiran yang tak mau dikusutkan... Hati ini basah... basah oleh
inspirasi yang mengalir deras dari hulunya, tak ada muara dari inspirasi...
pemikiran ini, selain.... ustadziatul alam...


Terima kasih atas doa dan cinta yang selalu teriring untuk menguatkan langkah kaki yang enggan goyah... Inspirasi untuk menulis terbit kembali, mendahului terbitnya sang fajar yang menandai deklarasi lahirnya hari baru yang harus disi dengan sepenuh hati.


Riak Thames tak selembut dulu. Gemericik Trafalgar fountain terdengar tak seramah dulu. Cahaya keemasan lapu-lampu jalanan bersangkar kotak tak sehangat dulu. Hanya merahnya senja kota terasa merih, dan kabut jalanan mengaburkan realita atas ambiguitas perputaran masa. Tak lagi dapat diterjemahkan seperti dulu.


Ketika sebuah mimpi berdinamika, ia akan mengajak
mimpi2 yang lain ikut beresonansi, meski hanya dalam sinaps dan
genggaman tangan.


Sejatinya jiwa seorang pahlawan itu senang memelihara dan mengembangkan ummat... Ia tak akan pernah merasa waktu2 yang ia berikan untuk hal tersebut telah menyita habis seluruh waktu untuk dirinya sendiri, atau merebut segala perhatian untuk dirinya sendiri.


Adalah tugas ilmuwan untuk mencari kebenaran. Namun secara non-tipikal, mereka yang membawa kebenaran selalu punya penentang. Masalah penerimaan bahkan terkadang membawa mereka ke area berdarah2. Bagaimanapun, merindukan kebenaran juga menjadi fitrah manusia. Sampai manusia menerima dan meyakini kebenaran sebagai kebenaran, bahkan tugas ilmuwan tak pernah berakhir.


Pergilah merantau sejauh kakimu mampu melangkah, selamilah lautan sedalam kau dapat memikirkannya. Sebab berdiam bukan hanya versus dari beraktivitas, ia adalah pembunuh dengan onset lambat tapi pasti. Bergeraklah! Biarkan badai2 itu berkecamuk. Tidak ada kehidupan tanpa entropi.


Butuh lebih dari sekadar kecerdasan dan kematangan fikir, tetapi juga keyakinan hati tanpa ragu sedikitpun.

Memory of The Nite

A midnight on a summer
When the clouds aren’t come…
When the wind blows up higher
When the voice of nature sounds louder
When there’s nothing but comfort
One moment in time
One moment at the midnight on this summer

Aku menunggu
Bersama rembulan biru
Seiring terbit dan terbenamnya konstelasi yang harmoni berpadu
Aku menunggu…
Untuk memecahkan teka-teki sang waktu

Kau yang mencari realita,
Siapa dirimu?
Kau yang mempelajari fakta,
Siapa namamu?
Kau yang berdiri di bawah sinar bulan sabit biru yang redup…
Aku tak mengenalimu

Liku...

Ada yang hilang dan berganti
Ada yang datang dan pergi
Semua tentang memaknai hidup ini
Dalam segenggam tawa dan sesemburat perih

Cinta…
Nyawa…
Dan asa

Semua episode dalam sejarah perjuangan manusia
Dalam hidup dan penghidupan maya
Sunyi…
Ketika hati menyepi
Dan jiwa sendiri

Ada yang lahir dan musnah
Terbebas dan terpenjara
Semua dalam sebuah klasika
Instrumentalia kehidupan

Jumat, 17 September 2010

Toer's Quote

"Berterimakasihlah pada segala yang memberi kehidupan."
— Pramoedya Ananta Toer (Bumi Manusia)

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."
— Pramoedya Ananta Toer

"Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?"
— Pramoedya Ananta Toer

"Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai."
— Pramoedya Ananta Toer

"How simple life is. It's as simple as this: you're hungry and you eat, you're full and you shit. Between eating and shitting, that's where human life is found. - (Houseboy + Maid, in Tales from Djakarta)"
— Pramoedya Ananta Toer (Tales From Djakarta: Caricatures of Circumstances and their Human Beings)

"seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan"
— Pramoedya Ananta Toer (This Earth of Mankind)

"Kalau mati, dengan berani; kalau hidup, dengan berani. Kalau keberanian tidak ada, itulah sebabnya setiap bangsa asing bisa jajah kita."
— Pramoedya Ananta Toer

"Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. (Mama, 84)"
— Pramoedya Ananta Toer (Child of All Nations)

"A mother knows what her child's gone through, even if she didn't see it herself."
— Pramoedya Ananta Toer (Gadis Pantai)

"Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang-orang lain pandai

(Arus Balik, h. 246)

"Menulis adalah sebuah keberanian..."
— Pramoedya Ananta Toer

"Dahulu dia selalu katakan apa yang dia pikirkan, tangiskan, apa yang ditanggungkan, teriakan ria kesukaan di dalam hati remaja. Kini dia harus diam- tak ada kuping sudi suaranya."
— Pramoedya Ananta Toer

"Dan alangkah indah kehidupan tanpa merangkak-rangkak di hadapan orang lain"
— Pramoedya Ananta Toer

"Kau akan berhasil dalam setiap pelajaran, dan kau harus percaya akan berhasil, dan berhasillah kau; anggap semua pelajaran mudah, dan semua akan jadi mudah; jangan takut pada pelajaran apa pun, karena ketakutan itu sendiri kebodohan awal yang akan membodohkan semua"
— Pramoedya Ananta Toer

"Kita telah melawan Nak, Nyo. Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya."
— Pramoedya Ananta Toer (Bumi Manusia)

"Masa terbaik dalam hidup seseorang adalah masa ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri

(Jejak Langkah, h. 113)"
— Pramoedya Ananta Toer

"Kalian pemuda, kalau kalian tidak punya keberanian, sama saja dengan ternak karena fungsi hidupnya hanya beternak diri"
— Pramoedya Ananta Toer

"Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit.

(Anak Semua Bangsa, h. 199)"
— Pramoedya Ananta Toer

"Such was the love of this grandson for his grandmother that two years after the death of his mother, when she herself fell gravely ill, he vowed to her that someday he would try to tell the world her life story.

'But why?' she asked humbly. 'I'm no one, just a girl from the coast'

'But you are everyone, Grandma,' the young Pramoedya told her. 'You are all the people who have ever had to fight to make this life their own."
— Pramoedya Ananta Toer (Gadis Pantai)

"Menulislah sedari SD, apa pun yang ditulis sedari SD pasti jadi."
— Pramoedya Ananta Toer

"Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berfikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang berjiwa kriminal, biarpun dia sarjana"
— Pramoedya Ananta Toer (Bumi Manusia)

"Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain."
— Pramoedya Ananta Toer (Jalan Raya Pos, Jalan Daendels)

"At the beginning of all growth, everything imitates."
— Pramoedya Ananta Toer (This Earth of Mankind)

"Barangsiapa muncul di atas masyarakatnya, dia akan selalu menerima tuntutan dari masyarakatnya-masyarakat yang menaikkannya, atau yang membiarkannya naik.... Pohon tinggi dapat banyak angin? Kalau Tuan segan menerima banyak angin, jangan jadi pohon tinggi"
— Pramoedya Ananta Toer (Child of All Nations)

"Tak pernah ada perang untuk perang. Ada banyak bangsa yang berperang bukan hendak keluar sebagai pemenang. Mereka turun ke medan perang dan berguguran berkeping-keping seperti bangsa Aceh sekarang ini...ada sesuatu yang dibela, sesuatu yang lebih berharga daripada hanya mati, hidup atau kalah-menang."
— Pramoedya Ananta Toer

"Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya

(Rumah Kaca, h. 409)"
— Pramoedya Ananta Toer

"Barang siapa tidak tahu bersetia pada azas, dia terbuka terhadap segala kejahatan: dijahati atau menjahati. (Mama, 4)"
— Pramoedya Ananta Toer (Child of All Nations)

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah

(Rumah Kaca, h. 352)"
— Pramoedya Ananta Toer

"Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan."
— Pramoedya Ananta Toer

"setiap pejuang bisa kalah dan terus-menerus kalah tanpa kemenangan, dan kekalahan itulah gurunya yang terlalu mahal dibayarnya. Tetapi biarpun kalah, selama seseorang itu bisa dinamai pejuang dia tidak akan menyerah. Bahasa Indonesia cukup kaya untuk membedakan kalah daripada menyerah

(Prahara Budaya, h. 187)"
— Pramoedya Ananta Toer

"Seorang terpelajar itu harus adil, sejak dalam pikiran! [Bumi Manusia]"
— Pramoedya Ananta Toer

"Jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana;biar penglihatanmu setajam elang, pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu lebih peka dari para dewa, pendengaran dapat menangkap musik dan ratap-tangis kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput

(Bumi Manusia, h. 119)"
— Pramoedya Ananta Toer

"Kau tak kenal bangsamu sendiri

(Anak Semua Bangsa, h. 55)"
— Pramoedya Ananta Toer

"Jangan kau mudah terpesona oleh nama-nama. Kan kau sendiri pernah bercerita padaku: nenek moyang kita menggunakan nama yang hebat-hebat, dan dengannya ingin mengesani dunia dengan kehebatannya—kehebatan dalam kekosongan. Eropa tidak berhebat-hebat dengan nama, dia berhebat-hebat dengan ilmu pengetahuannya. Tapi si penipu tetap penipu, si pembohong tetap pembohong dengan ilmu dan pengetahuannya.

(Anak Semua Bangsa, h. 77)"
— Pramoedya Ananta Toer

"Tanpa mempelajari bahasa sendiri pun orang takkan mengenal bangsanya sendiri

(Anak Semua Bangsa, h. 119)"
— Pramoedya Ananta Toer

"Kau Pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, Pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus, harus bicara pada mereka , dengan bahasa yang mereka tahu"
— Pramoedya Ananta Toer (Child of All Nations)

"Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang. Karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka “kemajuan” sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat manusia

(Rumah Kaca, h. 436)"
— Pramoedya Ananta Toer

"Seorang terpelajar harus berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan,"
— Pramoedya Ananta Toer

"Setiap pengalaman yang tidak dinilai baik oleh dirinya sendiri ataupun orang lain akan tinggal menjadi sesobek kertas dari buku hidup yang tidak punya makna. Padahal setiap pengalaman tak lain daripada fondasi kehidupan"
— Pramoedya Ananta Toer (Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 2)

"Sebagai pengarang saya masih lebih percaya kepada kekuatan kata daripada kekuatan peluru yang gaungnya hanya akan berlangsung sekian bagian dari menit, bahkan detik."
— Pramoedya Ananta Toer

"Apabila sebagai pengarang harus kutangguhkan begitu banyak ketidakadilan di tanahair sendiri, penganiayaan lahir-batin, perampasan kebebasan dari penghidupan, hak dan milik, penghinaan dan tuduhan, bahkan juga perampasan hak untuk membela diri melalui mass-media mau pun pengadilan, aku hanya bisa mengangguk mengerti. Sayang sekali kekuasaan tak bisa merampas harga diri, kebanggaan diri, dan segala sesuatu yang hidup dalam batin siapa pun."
— Pramoedya Ananta Toer

"Kau terpelajar, cobalah bersetia pada kata hati."
— Pramoedya Ananta Toer (Bumi Manusia)

"Semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas

(Bumi Manusia, h. 138)"
— Pramoedya Ananta Toer

"suatu masyarakat paling primitif pun, misalnya di jantung Afrika sana, tak pernah duduk di bangku sekolah, tak pernah melihat kitab dalam hidupnya, tak kenal baca-tulis, masih dapat mencintai sastra, walau sastra lisan

(Bumi Manusia, h. 233)"
— Pramoedya Ananta Toer

"Pernah kudengar orang kampung bilang : sebesar-besar ampun adalah yang diminta seorang anak dari ibunya, sebesar-besar dosa adalah dosa anak kepada ibunya

(Anak Semua Bangsa, h. 98)"
— Pramoedya Ananta Toer

"Kehidupan lebih nyata daripada pendapat siapa pun tentang kenyataan

(Anak Semua Bangsa, h. 199)"
— Pramoedya Ananta Toer
tags: kehidupan, kenyataan
2 people liked it
Add_quote


"Revolusi Perancis, mendudukkan harga manusia pada tempatnya yang tepat. Dengan hanya memandang manusia pada satu sisi, sisi penderitaan semata, orang akan kehilangan sisinya yang lain. Dari sisi penderitaan saja, yang datang pada kita hanya dendam, dendam semata...

(Anak Semua Bangsa, h. 204)
"
— Pramoedya Ananta Toer

"..dan modern adalah juga kesunyian manusia yatim-piatu dikutuk untuk membebaskan diri dari segala ikatan yang tidak diperlukan: adat, darah, bahkan juga bumi, kalau perlu juga sesamanya.

(Jejak Langkah, h. 2)"
— Pramoedya Ananta Toer


"Ilmu pengetahuan, Tuan-tuan, betapa pun tingginya, dia tidak berpribadi. Sehebat-hebatnya mesin, dibikin oleh sehebat-hebat manusia dia pun tidak berpribadi. Tetapi sesederhana-sederhana cerita yang ditulis, dia mewakili pribadi individu atau malahan bisa juga bangsanya. Kan begitu Tuan Jenderal?

(Jejak Langkah, h. 32)
"
— Pramoedya Ananta Toer

"Hidup sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya

(Rumah Kaca, h. 46)"
— Pramoedya Ananta Toer

Peter Drucker's Quote

* "Cara terbaik memprediksi masa depan adalah dengan menciptakannya."
* "Management is doing things right; leadership is doing the right things."
* "Apa yang bisa diukur pasti bisa ditingkatkan."
* "Budaya perusahaan memiliki sifat yang mirip dengan budaya sebuah negara. Jangan pernah mencoba mengubahnya. Alih-alih begitu, cobalah untuk bekerja dengan budaya yang ada."
* “The most important thing in communication is hearing what isn't said.”
* "Tujuan dari bisnis adalah menciptakan dan mempertahankan pelanggan."
* “People who don't take risks generally make about two big mistakes a year. People who do take risks generally make about two big mistakes a year.”
* "Tak ada yang lebih tak berguna daripada berusaha melakukan efesiensi untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dilakukan sama sekali."

Jatuh Cinta Itu...

Kata orang jatuh cinta itu membingungkan…
Ada juga yang bilang bikin jadi males ngapa-ngapain
Tapi buat saya, jatuh cinta itu mencerdaskan, meningkatkan produktivitas…

Cinta pada Allah, meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah…
Lillahi ta’ala…
Cinta pada Rasul, membuat kita senantiasa meneladani beliau
Meski tak bisa sepenuhnya, tapi kita terus berupaya
Cinta kepada orang tua, malahirkan bakti terbaik seorang anak
Cinta pada hidup membuat slalu bersyukur

Dan produktivitas-produktivitas cinta yang lain…

Cinta pada manusia?
Itu banyak jenisnya kawan!
Kalo cinta yang sering dibicarakan orang dan identik dengan VMJ?
Coba cek kembali, apa itu benar-benar cinta?
Kalau tidak meningkatkan produktivitas, masihkah kau menyebutnya cinta?

Akan ada masanya rasamu berlabuh
Kalau tidak di dunia, toh masih ada kampung akhirat
Kenapa harus khawatir? Kalau di sana yang paling tepat telah menantimu?

However, buat mbak-mbak…
Jadi istri shalihah di dunia itu bukan pilihan, tapi cita-cita dan bagian dari jalan hidup^^

*Tulisan rempong nan geje gara-gara kebanyakan dapet undangan walimahan yang berakibat pada hadirnya keluhan banyak orang yang sempet mampir ke telinga saya. Semuanya ngomongin nikah! Ga ada topik lain apa? Nyantai aja sih…
(bener-bener tulisan rempong nih :p)

Kamis, 16 September 2010

Episode Lomba Pidato

Pidato??
Hm…

Sebuah tema yang tersusun atas rangkaian retorika dan dituangkan dalam gagasan-gagasan informatif.
Memang apa menariknya?

Menurut saya sih, yang namanya pidato tuh omdo alias omong doang.
Tapi kenapa ya sampai menjadi bentuk keahlian, bahkan sampai dilombakan?
Lalu orator?
Mengapa menjadi keahlian yang begitu bergengsi?

Jadi inget nih, banyak orang yang sering manyebut-nyebut bahwa Indonesia pernah memiliki seorang orator ulung, yang tak lain tak bukan adalah Presiden pertama Indonesia: Bung Karno!

Tapi ternyata memang tak semua orang bisa memilliki kemampuan ini, bahkan tidak semua orang memiliki keberanian untuk berbicara di hadapan orang banyak.
Jadi, pidato maupun berbagai bentuk public speaking yang lain merupakan integrasi antara kualitas substansi (materi) yang disampaikan, keyakinan pembicara akan materi yang disampaikan, gaya bahasa, cara penyampaian, dan penampilan pembicara pada saat menyampaikan.

Hff… berat juga lho untuk sekadar berpidato.

Suatu hari di tengah bulan April 2006, ketua kelas saya memberitahukansebuah pengumuman,
“Temen-temen, bentar lagi kan 21 April nih, Hari Kartini, jadi…”
“Libuuuuuuuuuuuuuuur!!!!!!!!!!” teriak seisi kelas.
“Woi bukan! Sejak kapan ada libur Hari Kartini?”
“Yaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…….”
“Tapi tenang aja, nggak akan ada pelajaran kok! Bakalan ada lomba-lomba tanggal 21 nanti!”
“Ooooooooooooooooooh………………….”
“Nah, ada beberapa lomba nih, peragaan kebaya, pidato, sama menghias buah.”
“Kok lombanya buat cewek semua?” Tanya Anto memotong.
“Asik… Cowoknya di rumah aja. Liburan!” celetuk Adit.
“Enak aja, nggak boleh, harus bantuin! Paling nggak, bantu ramein, foto-fotoin sama angkat-angkat!” protes Inggrid.
“Iya-iya… Jangan lupa ada absen lho di akhir acara, yang ngabsen wali kelas sendiri,” kata sang ketua.
Lalu dia melanjutkan,
“Perwakilan masing-asing lomba kita pilih sekarang ya.”
Singkatnya proses pemilihan berlangsung.
Banyak lempar-lemparan amanah. Biasa lah, tak ada yang langsung mengajukan diri atau menerima begitu saja kepercayaan dari teman-teman sekelas.
Namun akhirnya terpilih juga para delegasi untuk masing-masing lomba. Lisa menjadi perwakilan lomba peragaan kebaya. Happy dan Prisna dipercaya untuk lomba menghias buah dan sayur, and unfortunately, saya sendiri yang menjadi perwakilan kelas untuk lomba pidato.
Oh My God!!!

Ampun… ini tugas berat! Oke, saya ngerti tentang teori berpidato yang baik tapi…
Saya belum pernah ikut lomba pidato sebelumnya!
Ya, itu memang bukan alasan sih, toh saya bisa menjadikan pengalaman pertama ini untuk belajar. Toh, belum tentu pidato saya lebih jelek daripada yang lain, tapi…. Saya tetep nervous!

Lomba pidato tahun ini bertema “Peran Perempuan di Era Global”. Sampai tiga hari sebelum hari-H, saya belum membuat draft sepatah kata pun, bahkan ide saja belum saya temukan. Seperti biasa, seorang Cipi selalu membuat breakdown dari tema umum dan mengambil satu tema spesifik untuk dibahas lebih serius, kemudian baru mengaitkannya dengan aspek lain yang mempengaruhi tema spesifik tersebut.
Masalahnya adalah, sampai saat ini, saya belum meneukan tema spesifik itu sendiri. Padahal teman-teman perwakilan kelas lain bahkan sudah sering berkonsultasi dengan guru Bahasa Indonesia masing-masing. Guru Bahasa Indonesia saya pun menanyakan perkembangan draft saya yang sudah mendekati deadlock.

My Lord………
Hampir hopeless nih, ada beberapa gagasan yang terlintas dalam benak saya. Namun sebelum saya benar-benar bisa menggarap tema itu, ada saja hal-hal yang menurut saya menjadi kekurangan di sana-sini. Akibatnya, saya jadi tak terlalu yakin dengan tema-tema tersebut.
Dua hari sebelum hari-H.
Hmm… daripada pusing aya putuskan pulang ke rumah siang itu, padahal besok pagi harus kembali belajar di sekolah. Pe-er setumpuk tak terlalu saya hiraukan. Pulang aja dah!

Sampai di rumah.
“Tumben pulang nduk, uang sakumu habis?”
“Nggak ma, pengen pulang aja.”
“Mama besok mau ke Surabaya lho pagi-pagi, ayah mau nganter, adik-adik ikut. Kamu besok ditinggal lagi, siap-siapin semuanya sendiri ya. Jangan lupa erjain pe-er.”
“Ngapain ma ke Surabaya? Jalan-jalan atau belanja?”
“Kamu tu lho, kaya’ mama tu hobi buang-buang waktu buat jalan-jalan ma belanja aja!”
“Trus mau ngapain ma? Kunjungan? Atau rapat?”
“Nggak juga, kebetulan mama diminta Kabupaten buat wakilin lomba pidato tentang Optimalisasi Peran Pemerintah Daerah bagi Masyarakat! Kebetulan memang buat ibu-ibu bukan bapak-bapak, jadi mama yang wakilin bukan Ayahmu.”
Oya, Ayah saya adalah seorang Kepala Desa.
“Wah pidato!” pikir saya. “Hebat ma, kok bisa terpilih? Itu dilombain se-propinsi?”
“Ya, dapet kepercayaan ni dari Pemda Kabupaten. Lombanya tingkat propinsi, pesertanya wakil dari tiap kabupaten.”
Saya mikir, eh salah, kaya’nya lebih tepat disebut ngelamun deh. Lupa waktu itu ngelamunin apa.
“Heh, kok malah bengong nduk. Kenapa? Nggak lama kok di Surabayanya, paling dua hari. Kamu udah sholat belum? Makan?”
“Belum makan ma, tapi tadi udah sholat di kosan bsebelum pulang, ntar aja deh makannya, mau ke kamar aja tidur.”
“Ya ampun, masa’ pulang cuma buat tidur. Kalo gitu kan bisa di kosan aja.” Kata mama.
Pengen tidur di kasur empuk ma!” jawab saya seenaknya. “Oya, adek mana?”
“Maen dari tadi, biasa lah adekmu paling sore baru pulang.”
“Ya udah nanti kalo mereka pulang nitip kasiin ini ya ma”, kata saya sambil menyerahkan sebungkus pisang molen aneka rasa yang dijual di dekat alun-alun kota Madiun. Dua adek saya sangat suka molen itu.
“Jatah mama mana?” Tanya mama sambil tersenyum.
“Hahaha… Jadi satu di situ ma.”
“Ya udah istirahat dulu, jangan lupa pe-er lho ya!”
“Iya mommy.” Kata saya.
Sampai di kamar, saya tak bisa tidur siang. Tadinya saya hamper lupa dengan deadlock lomba pidato Hari Kartini, bahkan saya belum mengatakan perihal lomba ini kepada kedua orang tua. Tapi tadi mama menyinggung-nyinggung tentang pidato. Apa tadi temanya?

Eureka! Akhirnya berdasarkan inspirasi dari tema pidato mama, saya menemukan dua tema. Satu tentang peran wanita di dalam struktur organisasi pemerintahan dan penentu kebijakan massal. Kedua tentang peran wanita di masyarakat secara langsung. Kalau saya ambil tema pertama, isinya akan cukup menarik namun saya butuh referensi, padahal waktu yang ada sangat singkat. Kalau ambil tema kedua, mungkin saya bisamengambil satu contohnyata yang spesifik, tapi perlu cara khusus untuk membuat isi pidato saya menjadi menarik. Akhirnya, saya tidak ambil salah satu dari keduanya, tetapi mengombinasikan keduanya.
Gotcha! Saat itu juga saya tullis draftnnya. Tapi… belum dua paragraf beres dan langsung ketiduran.
Sudah lewat jam 4 sore ketika bangun. Setelah sholat saya mencoba sekuat otak dan tangan untuk menulis draft. Harus selesai, pikir saya! Harus direvisi mama hari ini juga!

Mama pikir saya mengerjakan pe-er.
Tiba-tiba adik saya yang masih kecil pulang dan langsung mengganggu kakaknya.
“Dek, maennya nanti aja ya. Aku beliin pisang molen kesukaanmu tu, makan itu dulu aja. Besok baru maen.”
“Besok aku e Surabaya lho mbak, sekarang aja maennya.”
“Ntar dulu ya, ga papa kan?”
“Yaaaaaaaaahhhhhhhh…”
Sebenarya tak tega mengecewakan adek, tapi inspirasi sedang kuat-kuatnya, jadi ya…. Gitu deh!

Menjelang Isya’ draft saya selesai. Saya tunjukkan pada mama agar beliau memeriksanya. Mama bertanya itu draft apa, baru saya jelaskan.
“Wah lucu ya nduk kita lomba hampir barengan, beda satu hari doang.”
“Ya beda ma, beda level.”
“Itu nggak penting kok, yang penting isi pidatonya nggak cuma omong doang.”
Bener juga siih, pikir saya.
Setelah mama mengecek dan member saya sudah tak berminat merevisi naskah yang ada. Ngerjai n pe-er dulu aja deh. Gimana besok aja isi pidatonya, masih ada satu hari. Bahkan saya benar-benar menolak ketika disuruh latihan dengan alasan: performance sih soal gimana nanti improvisasi di lapangan aja deh!

Sampai sekarang, untuk tampil dalam acara apapun, saya tak pernah benar-benar berlatih, hehe… yang ini jangan ditiru ya!

Keesokan harinya pun, draft sama sekali tidak saya sentuh lagi. Latihan pun tidak, apalagi konsultasi ke guru. Parah!
Sampai hari-H tiba (Jumat, 21 April 2006), saya baru nyadar ketika bangun pagi bahwa hari itu akan perform, tapi toh tetap saja draft cuma saya baca sekilas tanpa bentuk revisi apapun. Bodo ah! Draftnya ga dikumpulin ini!
Urutan peserta yang tampil lomba pidato benar-benar diacak! Tak ada pola. Lomba diikuti oleh siswa perwakilan masing-masing kelas dari kelas 1 sampai 3. Waktu itu kami duduk di kelas dua. Tengah-tengah lah…
Menjelang tampil, saya benar-benar nervous! Tapi tetep tampil juga. Ya, begitulah saya. Kalo tantangan sudah di depan mata, meskipun berat, tetep harus dihadapi juga.

Well… podium!!!
Semakin deg-degan…
Salam pembuka, lalu…
1..2..3..4..5..12 menit sekian detik! Waktu pidato minimal 10 menit dan maksimal 15 menit. Pengaturan waktu saya lumayan lah.
Untung juga waktu start lombanya ga ngaret. jam 7 lewat dikit (berapa menit ya? lupa!) dari jadwal awal jam 7.

Masih deg-degan…
Bodo ah! Kabur aja dari arena pidato-pidatoan. Nyari temen-temen di arena lomba menghias buah dan sayur dengan maksud… Nyari buah-buahan lah… Kali aja ada sisa! Hahaha…
Sama sekali tak tertarik menunggu hasil lomba pidato, saya malah mengeluh, “Laper… Belum sarapan nih?”
“Kamu belum sarapan Cip? Sibuk nyiapin pidato ya?” Tanya Sulis.
“Hahahaha… Nggak lah… Tu pidato ga pake repot nyiapinnya.”
“Ooh…ya udah makan aja di kantin!”
“Temenin yuk!”
“Eh, kamu tuh… Udah setaun lebih sekolah di sini, masa’ makan aja minta dianter?”
“Iihh… Bukan minta dianter, tapi ditemenin. Garing banget makan sendirian?”
“Eh, kamu kan peserta lomba pidato nomor urut ketiga dari belakang!”
“Trus kenapa?”
“Kok kenapa? Pasti sbentar lagi diumumin lah juaranya.”
“Ooh… Ntar juga tau. Sekarang makan dulu deh.”
Akhirnya, sampai lewat siang baru ada pengumuman lomba-lomba. Pengumuman pertama, lomba peragaan kebaya. Sayangnya, wakil dari kelas kami nggak masuk 3 besar. Hff…
Kedua, lomba menghias buah dan sayur. Alhamdulillah, dapet juara 3!
Baiklah… Giliran pengumuman lomba pidato. Saya benar-benar malas menyimaknya. Malas mendapat tepukan di punggung dari temen-temen. Males denger apapun… Males aja!
Meskipun nggak terlalu yakin dengan performance tadi, tapi saya merasa nggak yakin akan kalah. Minimal 3 besar bisa lah. Meskipun draft acak-acakan, tapi substansi yang disampaikan lumayan.
Lagi-lagi… Ah bodo!

Dan setelah pengumuman… Ternyata dapet juara 2! Alhamdulillah… Lumayan… Tapi saya tak terkesan… Sama sekali!
Oh gini doang ya rasanya menang lomba pidato? Dasar saya kelewat cuek!
Ya sudahlah, ambil hadiah, bawa pulang ke kosan. Nyampe kosan buka hape trus baca sms, dari mama! Wah, ternyata beliau juga mendapat juara 2 lomba pidato tingkat propinsi!

Hahaha… Lucunya bisa senasib sama mama, meskipun levelnya beda, tapi harus diakui hal ini menimbulkan kesan tersendiri =)
Hmm… Saya jadi merasa, pencapaian memang bisa membuat kita senang, bahagia. Tapi… Kalau pencapaian itu diperoleh dengan usaha asal-asalan, rasa puasnya nggak nampol dah! Nggak terlalu berkesan. Beda kalau memang pencapaian itu diperoleh dengan perjuangan tertetu, pasti lebih puas, hehehe…
Udah ah sharing ceritanya sampai sini aja dulu. Kapan-kapan nulis lagi :p
Udah kepanjangan………….

Hmm...

Sometimes we shared the same worries

Created moments together



Another time, we spoiled each other

Pretended that everything's just okey



Finding hope that completes us into completion

Or remains us as nothing

Rabu, 15 September 2010

Biarkan perjalanan mengajarkanmu

Biarkan perjalanan mengajarkanmu banyak hal

Aku hanya ingin kau tak salah jalan

Tapi kalaupun salah mengambil jalan,

aku harap itu adalah jalan memutar yang mengakselerasi perjalananmu.



Biarkan perjalanan mengajarkanmu banyak hal

Seperti ia mengajarkannya padaku



Creating moments during the journey

As the time passes the life by



Biarkan perjalanan mengajarkanmu

Tentang hidup dan mimpi-mimpi

Meski kadang mereka tampak seperti fatamorgana dunia



Kadang bermimpi dalam perjalanan memang menakutkan

Lebih menakutkan daripada kenyataan sebenarnya

Tapi ketika bangun

Kau mampu membuat segalanya menjadi lebih baik



Maka,

Biarkan perjalanan mengajarkanmu banyak hal

Untukmu Pejuang Pangan

Ingin sedikit menyinggung dan mengingatkan kembali bahwa kita punya sebuah idealisme, yang merupakan manifestasi cita-cita yang begitu tinggi dan luhur. Makna yang terkandung dari kata-kata yang tertuang dalam idealisme kita ini sungguh luar biasa.

“Betapa inginnya kami agar bangsa ini mengetahui bahwa mereka lebih kami cintai daripada diri kami sendiri.
Kami berbangga ketika jiwa-jiwa kami gugur sebagai penebus bagi kehormatan mereka, jika memang tebusan itu yang diperlukan.
Atau menjadi harga bagi tegaknya kejayaan, kemuliaan, dan terwujudnya cita-cita mereka, jika
memang itu harga yang harus dibayar.
Tiada sesuatu yang membuat kami bersikap seperti ini selain rasa cinta yang telah mengharu biru hati kami, menguasai perasaan kami, memeras habis air mata kami, dan mencabut rasa ingin tidur dari pelupuk mata kami.
Betapa berat rasa di hati ketika kami menyaksikan bencana yang mencabik-cabik bangsa ini, sementara kita hanya menyerah pada kehinaan dan pasrah oleh keputusasaan.
Kami ingin agar bangsa ini mengetahui bahwa kami membawa misi yang bersih dan suci, bersih dari ambisi pribadi, bersih dari kepentingan dunia, dan bersih dari hawa nafsu.
Kami tidak mengharapkan sesuatupun dari manusia, tidak mengharapkan harta benda atau imbalan lainnya.
Tidak juga popularitas, apalagi sekedar ucapan terima kasih.
Yang kami harap adalah tercapainya kejayaan pangan bangsa serta kebaikan dari Tuhan Yang Maha Esa pencipta alam semesta.”

Luar biasa kan?

Namun seringkali saya mempertanyakan seberapa banyak dari kita yang telah menginternalisasi idealisme ini dalam dirinya? Atau bahkan, seberapa banyak yang masih ingat? Pertanyaan ini juga saya tujukan untuk diri saya sendiri…

Bagaimanapun, saat ini kita adalah punggawa pangan bangsa, salah satu pilar yang turut menopang tegaknya kejayaan pangan (yang mungkin saat ini masih dicita-citakan) bangsa ini. Sekali lagi, kita memiliki cita-cita mewujudkan kejayaan pangan bangsa.
Saya berharap, badai apapun yang menanti di depan sana, kita bisa tetap memegang teguh cita-cita dan idealisme ini, meskipun mungkin ketika tidak bersama lagi, dan tantangan mempertahankan idealisme ini semakin berat.

Kejayaan pangan di negeri ini memang belum tercapai. Kondisi ini seharusnya menjadi peluang serta dapat membuka mata dan hati kita untuk berbuat lebih bagi bangsa ini, terutama dengan memanfaatkan kompetensi di bidang pangan. Sebuah pepatah mengatakan bahwa pahlawan bukan orang yang selalu berada pada kondisi terbaik, namun pahlawan selalu melakukan yang terbaik, sekalipun pada kondisi yang tidak baik. Artinya, dengan keadaan pangan di negeri kita ini, kita berpeluang menjadi pahlawan-pahlawan pangan (Amin…).

Caranya? Real strateginya? Optimalisasi strategi dan sasarannya?

Let see, mungkin bisa didiskusikan. Tulisan ini hanya menyampaikan sedikit tentang aspek teoritisnya saja.

“Permasalahan pangan bangsa”, saat ini mungkin sebagian besar dari kita masih menyikapinya dengan sebatas berpikir. Seringkali, kita menemui jalan buntu untuk merealisasikan pemikiran kita, saya pun demikian (numpang curhat!). Minimnya dukungan, keterbatasan wewenang, sulitnya birokrasi, hingga sempitnya waktu dan banyaknya tugas, sering menjadi alasan yang menghalangi kita menganalisis sedalam apa pemikiran kita, atau bagaimana caranya merealisasikan pemikiran-pemikiran itu. Bahkan, kalau kita sangat kurang idealis, bisa saja kita melupakan dan membuang jauh pemikiran itu.

Saya ingin berbagi sebuah quote yang terangkum dalam salah satu buku favorit saya, semoga sedikit memotivasi kita sebagai mahasiswa pangan, untuk terus bergerak menuju cita-cita kejayaan pangan bangsa:

“Pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, semakin bersemangat dalam merealisasikannya, dan kesiapan untuk beramal dan berkorban dalam mewujudkannya.
Dasar dari semangat (dalam merealisasikannya) adalah hati yang menggelora, dan dasar amal adalah kemauan yang kuat.”

Mari buktikan bahwa kita benar-benar dapat menjadi bagian dari solusi permasalahan pangan bangsa.

Nitemare!!!

malam itu...
mimpi buruk...
ada yang pergi jauh...

kabut bagai keperakan membayang
ketika aku terbangun
ada yang hilang dan pergi
musnah tak terganti
semuanya sendu

semu kembali dalam pandanganku

Kalibrasi

Kalibrasi...

Instrumentalis...
Ia seperti persiapan kerja di lab
Tare dulu timbangannya
supaya hasil pembacaannya akurat

Kalibrasi fikir
agar dapat berpikir lebih jernih
Kalibrasi hati
meningkatkan sensitivitas rasa
dan kepekaan jiwa

Sebenarnya,
menuliskan ini cukup sulit...
Namun melaksanakannya pun
tak sesederhana menuliskannya

Kadang rasanya butuh momen
Tapi bahkan momen seringkali bukan sesuatu yang dapat diandalkan
Karena ia tak mau datang sesukanya
Karena ia harus diciptakan

Dan ujian memang tak sehaarusnya mudah
Sebab jika mudah
Tak perlu ada ujian

Sebab jika mudah
Perjuangan tak akan terlalu terasa artinya

Ada juga yang bilang
bahwa kalibrasi adalah kembali menjadi diri sendiri
di tengah dunia yang merupakan panggung sandiwara

Memang,
kalibrasi adalah menormalkan kembali
agar sebuah instrumen mampu bekerja dengan performa optimal lagi

Memori di Bawah Bintang-bintang

Hening, seakan semuanya segera berakhir

Kembali dalam lingkaran di bawah naungan bintang yang membentuk segenap konstelasi

"It can't be so..." lirih ucapku kala itu.

"Jodoh kita memang pendek adekku sayang, tapi hati kan tetap menyatu, dan doa kan selalu mengalir untukmu cinta..."

Setitik kristal bening mengalir
Bendungan itu tak mampu lagi menahan

One of
My Guardian Angel...

Tempat melabuhkan semua penat dan keluh kesah
kesal hati dan duka lara
Serta tempat membagi semua canda dan bahagia

Kau yang membuatku selalu merasa bisa pulang ke rumah
meskipun jauh dari istana yang sebenarnya

Kau yang membuatku mampu menangis
menumpahkan segala rasa
untuk kembali tersenyum bahagia

Terima kasih,
atas waktu yang sebentar namun amat bermakna
penuh nilai pembelajaran
dan pendewasaan

Terima kasih
atas lingkaran di bawah naungan bintang yang membentuk segenap konstelasi

Allahu Rabb,
sungguh ini perpisahan yang berat
Mengapa yang sudah menyatu,
harus dipisahkan?

Namun hari itu,
ketika kuputuskan untuk membuang jauh segala bentuk egoisme dan kemanjaan
maka kupastikan juga
untuk mengikhlaskannya pergi

Allahu Rabb,
kembali kuyakinkan diri
bahwa ini adalah tarbiyah dari-Mu

Maka kenangan-kenangan itu
akan tetap tersimpan rapi dalam laci memori
di antara sinaps neuron otak

Allahu Rabb,
Jagalah ia dalam cinta-Mu,
lindungilah ia slalu,
istiqomahkan Yaa Rabbi
Jadikan ia mujahidah tangguh di jalan-Mu
slalu...

Allahu Rabb,
jika boleh meminta
tolong pertemukan kami kembali

Jika tak ada jodoh di dunia ini
pertemukan kami,
di syurga-Mu nanti
Amin...

Jumat, 03 September 2010

10 Wasiat Hasan Al-Banna

1. Dalam kondisi bagaimanapun, dirikanlah shalat ketika mendengar adzan

2. Baca atau dengarkan Al-Qur’an dan ingatlah Allah,jangan habiskan sebagian waktu- waktu anda pada hal-hal yang tidak berguna

3. Berusaha untuk bias berbicara bahasa Arab fasih(baik dan benar), sebab hal itu merupakan doktrin Islam

4. Jangan memperbanyak debat dalam setiap urusan bagaimanapun bentuknya, sebab pamer kepandaian dan apa yang dinamakan riya itu tak akan mendatangkan kebaikan sama sekali

5. Jangan banyak tertawa, sebab hati yang selalu berinteraksi dengan Allah adalah hati yang tenang dan khusyuk

6. Jangan bergurau, sebab sebuah umat yang gigih berjuang tak mengenal selain kesungguhan

7. Jangan mengeraskan suara melebihi yang dibutuhkan oleh pendengar, sebab itu merupakan kecerobohan dan menyakitkan yang lain

8. Jauhi dari menggunjing orang dan menjelek-jelekkan kelompok atau organisasi, jangan membicarakannya selain kebaikannya saja

9. Kenalkan diri anda kepada saudara-saudara seagama dan seperjuangan walaupun anda tidak dituntut,sebab dasar dakwah kita adalah cinta dan kenal

10.Ketahuilah bahwa kewajiban itu lebih banyak dari pada waktu yang terluang, maka bantulah saudaramu untuk menggunakan wqaktunya dengan sebaik-baiknya dan jika anda punya kepentingan(tugas) selesaikan segera.

Enam Perkara

Ada enam perkara, apabila dimiliki oleh seseorang maka sempurnalah keimanannya.

Pertama, memerangi musuh Allah dengan pedang.

Kedua, tetap menyempurnakan puasa walaupun di musim panas.

Ketiga, tetap menyempurnakan wudhu meskipun di musim dingin.

Keempat, tetap bergegas menuju masjid (untuk melaksanakan Sholat berjamaah walaupun mendung.

Kelima, meninggalkan perdebatan dan berbantah-bantahan walaupun ia tahu bahwa ia berada di pihak yang benar.

Keenam, bersabar saat ditimpa musibah.

(Yahya bin Muadz radhiallahu'anhu)

10 Muwasshofat

1. Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih)
Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT. Dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya:

"Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam" (QS. 6:162).
Karena aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam awal da'wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman dan tauhid.

2. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda:
"Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat". Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.

3. Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh)
Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah SAW diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah SWT di dalam Al Qur'an.
Allah berfirman yang artinya: "Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung" (QS. 68:4).

4. Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani)
Qowiyyul jismi merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi. Namun jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk hal yang penting, maka Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah (HR. Muslim)

5. Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berfikir)
Mutsaqqoful fikri merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang juga penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas). Al Qur'an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya: "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: " pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir" (QS 2:219)
Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas.
Bisa dibayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu.
Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana firman Allah yang artinya: Katakanlah: "samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?"', sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran". (QS 39:9)

6. Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
Mujahadatul linafsihi merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)" (HR. Hakim)

7. Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)
Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur'an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.
Allah SWT memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: "Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu". Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi.
Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk pandai mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.

8. Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur'an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.
Dengan kata lain, suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat , berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.

9. Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha mandiri)
Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur'an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.
Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.

10. Nafi'un Lighoirihi (bermanfaat bagi org lain)
Nafi'un lighoirihi merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.
Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berfikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain" (HR. Qudhy dari Jabir).
Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al Qur'an dan sunnah. Sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing.

I Need To Know


Tell me
Why I’ not sleeping and my heart is leaping inside me?
I need to know these answers
I need to find my way
Seize my tomorrow
Learn my yesterday
I need to take these chances
Let all my feelings show
Can’t tell what’s waiting
Still I need to go
I need to know

Life is a sea I’m sailing
Riding the winds of time
Looking to find the course that is mine
I’m striving to find direction
Starting to understand
Every wave is a part of the plan

I’ll keep
Living and caring and leaving the doubting behind me
Faith is a light I will follow wherever I go

I need to know these answers
I need to find my way
Seize my tomorrow
Learn my yesterday
I need to take these chances
Let all my feelings show
Can’t tell what’s waiting
Still I need to go
I need to know